Apakah Kecerdasan Buatan dapat Membantu Mencerdaskan Kehidupan Bangsa?
Oleh Raihan Tri Atmojo
Ilustrasi Artificial Intelligence (AI). Foto: Shutterstock
Ilustrasi Artificial Intelligence (AI). Foto: Shutterstock
Penggunaan kecerdasan buatan dalam ranah akademik memang membantu dari beberapa sisi, tetapi ada beberapa sisi yang tak bisa dijangkau kecerdasan buatan itu sendiri. Seperti ChatGPT, penggunaannya dalam aktivitas pendidikan tetap harus bijak dan tanamkan kepada setiap dari kita bahwa AI hanyalah sebuah alat untuk membantu mengembangkan gagasan dan pemikiran yang kita miliki untuk menyelesaikan persoalan yang kita hadapi, bukan solusi itu sendiri.

Perkembangan teknologi dan informasi saat ini sudah dapat dikatakan sangat cepat. Akses terhadap informasi dan sistem teknologi terbaru yang baru rilis kemarin sudah diakses oleh jutaan orang esok harinya, atau bahkan diakses oleh jutaan orang beberapa jam setelah aplikasi atau informasi tersebut rilis.

Hal ini menandakan persebaran informasi dan kemudahan untuk mengaksesnya sudah sangat mudah, asal kita memiliki akses internet. Salah satu perkembangan teknologi yang saat ini sedang sangat digandrungi masyarakat saat ini adalah Artificial Intelligence atau kecerdasan buatan.

Beberapa waktu belakangan kita sering disodorkan mengenai info tentang AI (Artificial Intelligence) atau kita mengenalnya dengan istilah kecerdasan buatan. Banyak nama-nama perusahaan pengembang AI yang ada di internet, tapi jika kita ditanya mengenai AI apa yang dikenal, kebanyakan mungkin akan menjawab OpenAI dengan ChatGPT nya.

Ya, aplikasi chatbot yang memiliki kecerdasan buatan tersebut masih cukup digandrungi hingga saat ini karena kemampuannya yang bisa menjawab banyak pertanyaan, membuatkan artikel, memparafrase artikel, dan kemampuan-kemampuan lainnya yang berbasis bahasa. Bahkan ChatGPT bisa kita perintahkan untuk mencatatkan poin-poin penting dari sebuah video yang ada di Youtube.

Tentu dengan kemampuannya ChatGPT dimanfaatkan oleh banyak kalangan. Mulai dari pekerja kantoran, tenaga pendidik, hingga pelajar dan mahasiswa. Kehadiran ChatGPT seolah menjadi ‘berkah’ bagi banyak kalangan, apalagi bagi para pelajar baik siswa maupun mahasiswa. Namun kini muncul pertanyaan, apakah kehadiran ChatGPT dan aplikasi kecerdasan buatan lainnya yang membuat semuanya menjadi instan bisa membantu mencerdaskan kehidupan bangsa?

ChatGPT. Foto oleh Matheus Bertelli. Sumber: https://www.pexels.com/id-id/foto/cahaya-ruang-gelap-laptop-16027812/
ChatGPT. Foto oleh Matheus Bertelli. Sumber: https://www.pexels.com/id-id/foto/cahaya-ruang-gelap-laptop-16027812/

Kita tentu harus melihat kondisi pendidikan di Indonesia terlebih dahulu. Kebanyakan pelajar di Indonesia kini menggunakan kurikulum terbaru yakni Kurikulum Merdeka yang diujicobakan untuk menggantikan kurikulum sebelumnya yakni Kurikulum 2013. Kurikulum Merdeka ini menerapkan banyak proses pembelajaran berbasis projek, baik praktik maupun projek ilmiah.

Bagi pelajar sekolah dasar hingga menengah jika mengkombinasikan hasil praktik dan projek yang mereka lakukan dengan informasi yang didapat dari ChatGPT menurut saya tidak masalah, asal guru membimbing dan menjelaskan bahwa informasi yang berasal dari ChatGPT tidak selamanya tepat. Pada momen ini guru bisa mengajak siswanya untuk meningkatkan literasi dengan membiasakan siswanya mencari referensi lain, baik di internet dengan sumber yang terpercaya atau di perpustakaan.

Penggunaan program kecerdasan buatan seperti ChatGPT bagi pelajar tingkat dasar dan menengah ini perlu pengawasan dan arahan dari guru. Guru sebagai pendidik tentu tetap harus menjalankan perannya untuk membantu menggali potensi dari minat dan bakat yang ada pada diri masing-masing peserta didik. Jangan sampai dengan hadirnya AI ini membuat pelajar kehilangan kemampuannya, khususnya dalam berpikir kritis karena ketergantungan dengan AI atau kecerdasan buatan.

Guru perlu menekankan bahwa kehadiran AI seperti ChatGPT adalah sebuah alat bantu bagi kita semua untuk mengembangkan pemikiran yang kita miliki. Guru harus menanamkan pemikiran kepada murid bahwa AI digunakan sebagai alat untuk mengoreksi atau memberi saran terhadap sesuatu yang sudah kita miliki, bukan malah menjadikannya sebagai alat utama untuk menyelesaikan tugas atau menjadikannya menjadi rujukan utama ketika memiliki pertanyaan. Sebab aplikasi chatbot berbasis kecerdasan buatan seperti ChatGPT ini masih terus dikembangkan baik kemampuannya memahami bahasa manusia maupun pengembangan database jumlah data yang dimilikinya.

Sedangkan dalam ranah pendidikan tinggi khususnya bagi para mahasiswa penggunaan ChatGPT juga harus tetap bijak. Hal ini tidak jauh-jauh mengenai tulisan atau karya ilmiah. Sebenarnya sah-sah saja jika kita mencari inspirasi judul untuk artikel ilmiah yang akan kita kirim ke jurnal atau bahkan untuk skripsi, meminta bantuan untuk dibuatkan pendahuluan, dan minta dibantu menentukan variabel dari penelitian yang kita lakukan.

Tapi kita tidak boleh melupakan bahwa ChatGPT ketika memberikan jawaban dari pertanyaan yang kita tanyakan ia tidak akan menyebutkan referensi mana yang ia gunakan, karena jawaban yang keluar dari ChatGPT merupakan gabungan dari data-data yang dimiliki dan relevan kemudian disodorkan kepada kita. Maka bagi mahasiswa dalam pembuatan artikel ilmiah atau skripsi untuk masalah referensi alangkah baiknya tidak menggunakan ChatGPT.

ChatGPT akan sangat bermanfaat jika dalam penulisan karya ilmiah digunakan untuk memparafrase atau mengecek penulisan dan ejaan yang salah. Hal itu tentu akan menghemat waktu jika dibanding dengan melakukannya secara manual.

Namun hasil dari parafrase ChatGPT terkadang bahasanya terlalu bahasa ‘mesin’ yang tidak sesuai dengan konteks dan apa yang kita maksud, jadi ketika anda membacanya lagi anda bisa menyesuaikannya agar sesuai dengan apa yang diinginkan. Intinya meski ChatGPT dikatakan sebagai ‘kecerdasan buatan’ tetapi jangan cepat berpuas hati dengan hasil yang disodorkannya, karena ia sendiri masih terus dilakukan pengembangan di sana-sini.

Penggunaan kecerdasan buatan dalam ranah akademik memang membantu dari beberapa sisi, tetapi ada beberapa sisi yang tak bisa dijangkau kecerdasan buatan itu sendiri. Seperti ChatGPT, penggunaannya dalam aktivitas pendidikan tetap harus bijak dan tanamkan kepada setiap dari kita bahwa AI hanyalah sebuah alat untuk membantu mengembangkan gagasan dan pemikiran yang kita miliki untuk menyelesaikan persoalan yang kita hadapi, bukan solusi itu sendiri.

Jadi jika merujuk pada pertanyaan sebelumnya yakni apakah kecerdasan buatan dapat membantu mencerdaskan kehidupan bangsa? Menurut saya bisa membantu jika digunakan dengan bijak dan diarahkan penggunaannya dengan baik dan benar. Namun perlu diingat karena kecerdasan buatan ini adalah salah satu dari sekian alat bantu yang bisa digunakan untuk membantu mencerdaskan kehidupan bangsa, maka perlu unsur-unsur pendukung lainnya untuk mencerdaskan kehidupan bangsa.

https://kumparan.com/raihan-tri-atmojo-1689047948383886978/apakah-kecerdasan-buatan-dapat-membantu-mencerdaskan-kehidupan-bangsa-20vA6dPal9v

What's your reaction?

Comments

https://www.hitabatak.com/assets/images/user-avatar-s.jpg

0 comment

Write the first comment for this!

Facebook Conversations