Goenawan Mohamad: Kampus Kritik Jokowi, Kemerdekaan Tak Pernah Mati Sendirian!

Budayawan Goenawan Mohamad menyebut kondisi politik saat ini seolah menggambarkan kembalinya orde baru. Nepotisme, korupsi, bahkan ancaman terhadap kebebasan kembali terjadi.

Belum lagi pemilu yang dinilainya diorkestrasi, seperti era Presiden Soeharto. Goenawan mengutip pernyataan Ketua TPN Ganjar-Mahfud, Arsjad Rasjid.

"Istilah ketua TPN Ganjar-Mahfud, kita tidak lagi menghadapi paslon, kita menghadapi kezaliman yang terstruktur dan masif, dan itu yang terjadi sekarang, pelanggaran terang-terangan, tidak malu-malu kepada apa yang patut dan tidak, nilai-nilai moral hilang karena diperdagangkan, sekarang partai adalah barang yang mahal dan oligarki berkuasa, sehingga orang yang miskin tidak mungkin bikin partai," kata Goenawan dalam forum Komunitas Utan Kayu, Jakarta, Jumat (9/2).

Goenawan menyinggung soal PSI. Menurutnya, saat ini kalau mau bikin partai, harus menjual diri seperti PSI.

"PSI kan kekurangan dana, ya jelas, jualan kan. Kalau ada yang tersinggung enggak apa-apa, saya anggota PSI. Sekarang saya tidak tahu PSI jadi apa, tapi yang jelas dia jadi antek Prabowo, dan itu suatu kemunduran, tapi itu jadi pelajaran bagi kita, bahwa selama partai-partai tertentu, selama orang menjual dirinya sebagai pelacur, demokrasi berat," ucapnya.

Universitas Bersuara

Dalam pernyataannya, Goenawan juga menyinggung soal perlawanan yang saat ini digaungkan aktivis kampus. Universitas-universitas, kata dia, bersuara mengkritik pemerintah.

"Bahwa sekarang universitas-universitas mulai muncul memberi suara, protes, yang sebelumnya tidak pernah terjadi. Sekarang hampir semua universitas, termasuk sekolah tinggi filsafat," ucapnya.

"Itu suatu tanda bahwa kemerdekaan tidak pernah mati sendirian, kalau dia mati yang lain ikut mati, yang kita pertanyakan itu, dan mudah-mudahan pilpres ini jadi pelajaran," sambungnya.

Dia menilai, saat ini Jokowi sudah merusak sendi berbangsa dan bernegara. Mulai dari konstitusi hingga lembaga penegak hukum macam KPK.

"Jokowi itu merusak MA, konstitusi, terus KPU dan KPK, mengakibatkan nanti kita akan punya negara yang tidak ada aturan yang tidak berat sebelah. Dan itu berbahaya sekali, itu MK tidak dipercaya, nanti kalo ada perselisihan siapa yang jadi wasit? Tidak ada yang jadi wasit karena semua pemain," ucapnya.

Menurut Goenawan, Jokowi mungkin tidak pernah melihat pertandingan bola di mana wasit yang memihak dikeroyok oleh pemain.

"Dia akan merasa bahwa ketika tidak jadi presiden, dia masih bisa mengontrol. Tidak bisa, tidak ada dalam sejarah, orang yang tidak punya jabatan, punya akses kepada alat-alat kekuasaan. Pasti tidak sekuat dulu," kata dia.

"Nah, dia pikir dengan anaknya di sana, dia bisa mengontrol, dia pikir bahwa Prabowo berjanji kepada dia akan bisa ditagih, dinamika politik tidak demikian. Kalau Prabowo menang, kita akan punya pemerintahan yang tidak stabil," pungkasnya.