HUT ke-78 RI: Titik Balik Peradaban Bangsa dan Tantangan Arus Modernisasi
Oleh Isma Maulana Ihsan
Suasana menciptakan kembali ruang estetika dan budaya masyarakat di Cianjur. (Foto Milik Pribadi).
Suasana menciptakan kembali ruang estetika dan budaya masyarakat di Cianjur. (Foto Milik Pribadi).

Saat itu saya sedang menyaksikan pagelaran seni musik di Alun-Alun Cianjur. Banyak muda-mudi, bapak-ibu, bahkan orang tua dan anak-anak turut memeriahkan pagelaran seni yang menjadi titik balik peradaban budaya Tanah Tauco tersebut.

Saya sedikit terkesima, sekaligus merasa bahagia. Terutamanya saat salah satu penyelenggara menyampaikan satu-dua patah kata, imbauan katanya. Tentang upaya diri dan kelompoknya agar jiwa estetika dan keindahan seni musik bisa tidak kering dan tetap basah dalam relung hati manusia-manusia, yang acapkali penat sendiri-sendiri.

Ramlan, namanya. Ketua Cianjur Culture menyampaikan pesan yang begitu manis, upaya menghidupkan malam Minggu yang lebih hangat, manis dan tentunya menyelipkan pesan-pesan membangkitkan kembali semangat budaya primordial namun tetap berlandaskan pada upaya komitmen terhadap cita-cita kemerdekaan nasional.

Upaya komitmen dalam menjaga semangat kemerdekaan itu diwujudkan dalam penjagaan perjuangan mempertahankan budaya bangsa. Terlebih, massifnya investasi dan hilirisasi pendidikan di tanah air, tak terkecuali Cianjur telah memantik suatu kekhawatiran akan tergerusnya budaya-budaya, nilai dan prinsip budaya bangsa yang gemah ripah loh jinawi.

Tak perlu dimungkiri, bahwa arus modernisasi senyatanya telah melipat jarak sedemikian rupa, telah memangkas waktu sedemikian singkatnya. Kesepian menjadi rutinitas, dan rasa sunyi menjadi hobi akibat ramai dan penatnya pergaulan manusia, bahkan dalam ranah privat sekalipun.

Dalam padanya, hal itu berkait-kelindan dengan sedikit kurang pedulinya generasi penerus akan perhatian mereka terhadap budaya dan nilai-nilai bangsa.

Ilustrasi menyambut Hari Kemerdekaan Indonesia dengan penuh semangat. Foto: Gratsias Adhi Hermawan
Ilustrasi menyambut Hari Kemerdekaan Indonesia dengan penuh semangat. Foto: Gratsias Adhi Hermawan

Hal itu, nampak sederhananya dalam banyak video yang bertebaran: menjadi viral, FYP, dan masuk lini masa media. Kaum muda, setidaknya lebih mengetahui lagu-lagu asing ketimbang lagu yang menjadi ciri khasnya sendiri.

Tak bermaksud menjadi seorang chauvinis atau tulisan ini coba diarahkan pada superioritas tak mendasar selayaknya jamak ditemui dalam semangat kebangsaan yang ekstrem.

Hanya saja, upaya reflektif terhadap pembacaan realitas sosial adalah perlu, dan menjadi wajib. Terutama bagi bangsa yang meraih kemerdekaannya dengan susah payah selayaknya Indonesia.

Upaya itu diwujudkan dalam kembali mengenali diri sendiri sebagai sebuah kesatuan yang utuh nan penuh. Untuk itu, upaya kolektivitas mengenang dan memberdayakan budaya harus tetap dibumikan.

Terlebih, dalamnya kemudian arus globalisasi telah mampu menciptakan suatu hal yang menjadi pangkal dari segala lipat: antroposen sekaligus kosmoposen, teosen sekaligus teknosentris.

Akibatnya, identitas homo sapiens menemui overdosisnya, yang justru membuatnya berada dalam titik krisis. Maka upaya pengenalan diri adalah sebagai wujud nyata atas kekonkretan manusia sebagai khalifatul fil ardh.

Sehingga, homo sapiens adalah mereka yang menyadari relasi atas Tuhan-alam-manusia sehingga ia dapat berpikir kritis dan bertindak transformatif. Salah satu wujud nyata kesadaran itu adalah mengingat budaya bangsa.

Sehingga mereka yang mengingat siapa dirinya, dan bagaimana iklim budaya masyarakat, akan melahirkan peradaban yang kuat, kokoh dan tahan banting atas apa yang terjadi di luar sana.

Di sinilah titik peradaban tersebut, kekuatan ingatan dan semangat membara yang transendental itu akan menciptakan keharmonisan berkehidupan yang beresonansi menciptakan gelombang kesegaran bagi penumbuhan kesadaran, fiksi baru, untuk hidup bersama dan bergotong royong sebagaimana dasar falsafah bangsa menerangkannya.

Harapannya, kita tidak perlu khawatir tentang globalisasi, tak usah risau dengan hilirisasi pendidikan, dan jangan takut dalam menghadapi pesta demokrasi rakyat yang kerap memecah, mempolarisasi dan terkadang mengancam keutuhan bangsa kita.

Upaya konkret itu setidaknya telah diperlihatkan di Alun-Alun Cianjur dan alun-alun lainnya di seluruh tanah air. Semoga semangat kebersamaan, semangat rasa bersatu ini menjadi modal untuk Indonesia terus melaju menuju negara maju.

https://kumparan.com/maulana-ihsan-1660912742778213337/hut-ke-78-ri-titik-balik-peradaban-bangsa-dan-tantangan-arus-modernisasi-20yvGHgqm6p

What's your reaction?

Comments

https://www.hitabatak.com/assets/images/user-avatar-s.jpg

0 comment

Write the first comment for this!

Facebook Conversations