Internasionalisasi BUMN: Belajar dari Tiongkok
Oleh Muh Rasikh Undipa Akbar
Helikopter terbang di atas bendera Tiongkok di Lapangan Tiananmen dalam formasi "100" selama upacara untuk menandai peringatan 100 tahun berdirinya Partai Komunis China di Lapangan Tiananmen di Beijing, China, Kamis (7/1). Foto: Ng Han Guan/AP Photo
Helikopter terbang di atas bendera Tiongkok di Lapangan Tiananmen dalam formasi "100" selama upacara untuk menandai peringatan 100 tahun berdirinya Partai Komunis China di Lapangan Tiananmen di Beijing, China, Kamis (7/1). Foto: Ng Han Guan/AP Photo

Politik ekonomi Tiongkok, setidaknya di abad 21 ini bisa dibilang cukup unik. Di saat banyak negara berkembang di dunia sibuk merumuskan strategi supaya arus modal asing dapat masuk ke negaranya (Foreign Direct Investment [FDI]), Tiongkok justru sibuk berpikir bagaimana dia meningkatkan investasi ke luar Tiongkok (Outbound Direct Investment [ODI]). Tiongkok sebagai negara yang menganut paham kapitalisme negara (state capitalism) mewujudkan visi internasionalisasi tersebut dengan memberi Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Tiongkok peran dominan.

Internasionalisasi BUMN China bermula sejak diluncurkannya kebijakan “Zou chu qu”, yang berarti going-global. Kebijakan ini diluncurkan sebagai respons terhadap keanggotaan Tiongkok dalam World Trade Organization yang menandai dimulainya era liberalisasi perdagangan internasional. Kebijakan tersebut menuntut BUMN Tiongkok untuk bertransformasi menjadi state-owned multinational coorporations (SOMNCs).

Hasil dari transformasi tersebut berhasil melejitkan besaran ODI Tiongkok menjadi terbesar kedua di dunia setelah Amerika Serikat. Data yang dirilis oleh Kementerian Perdagangan Tiongkok pada tahun 2023 menunjukkan bahwa ODI Tiongkok telah mencapai angka US$163 milyar di tahun 2022. Jumlah ini jauh melesat dari yang hanya kurang dari US$3 milyar di tahun 2002.

Karakteristik ODI BUMN Tiongkok

ODI BUMN Tiongkok memiliki karakteristik yang cukup unik. Secara sektor andalan, tiga teratas sektor ODI dari BUMN Tiongkok saat ini adalah sumber daya alam, perdagangan ekspor impor, dan layanan teknis. Sedangkan, tiga teratas di masa depan adalah manufaktur dengan menggantikan posisi layanan teknis.

Pemilihan sektor yang demikian dapat dipahami dengan melihat motif investasinya dengan model Dunning. Setidaknya, ada tiga motif utama ODI Tiongkok:

1. Pencarian Sumber Daya (Resource Seeking)

Investasi Tiongkok di sektor sumber daya alam, utamanya energi dimaksudkan untuk mengamankan sumber energi sehingga pertumbuhan ekonomi Tiongkok tetap dapat berkelanjutan ke depannya. Pertumbuhan ekonomi Tiongkok yang luar biasa tentunya memerlukan sumber daya yang tidak sedikit. Selain itu, guna memastikan keberlangsungan proses tersebut Tiongkok perlu melakukan serangkaian strategi sekuritisasi energi dengan salah satunya melakukan ODI di sektor energi.

2. Efisiensi Produksi (Efficiency Seeking)

Peningkatan ekonomi Tiongkok yang pesat berimplikasi pada meningkatnya upah buruh. Hal ini mengakibatkan perusahaan-perusahaan Tiongkok perlu berinvestasi di sektor manufaktur dengan membangun tempat-tempat produksi baru di luar negeri, utamanya di negara yang memiliki upah buruh yang masih rendah.

Motif ODI ini juga menjelaskan mengapa Tiongkok cukup gencar dalam investasi di sektor teknologi atau layanan teknis. Sebab, Tiongkok perlu mendapatkan teknologi terkini, nama merek, dan sumber daya manusia berkualitas. Hal tersebut dipenuhi Tiongkok dengan melakukan ODI di negara-negara maju seperti Amerika Serikat dan banyak negara di Eropa.

3. Perluasan Pasar (Market Seeking)

Kapasitas produksi Tiongkok yang luar biasa menuntut Tiongkok untuk mencari ceruk pasar potensial baru dari yang selama ini telah eksis. Hal ini menjadi suatu keharusan mengingat hingga saat ini ekonomi Tiongkok terus bertumbuh. Ketidakmampuan memperluas pasar dapat berakibat pada perlambatan pertumbuhan ekonomi Tiongkok yang tentu dapat menimbulkan dampak negatif bagi Tiongkok.

Berbagai motif ODI di atas menjelaskan preferensi geografis ODI BUMN Tiongkok. Tiga teratas preferensi georafis ODI Tiongkok adalah Asia dengan Afrika di nomor kedua dan Eropa di nomor ketiga.

Kelebihan dari ODI dari BUMN Tiongkok adalah keberanian untuk mengambil pilihan sektor yang berisiko dan cenderung berbiaya tinggi, satu hal yang berbeda dengan apa yang biasanya terjadi pada MNC swasta. Hal ini dapat dipahami sebab adanya dukungan dan jaminan dari pemerintah Tiongkok dalam aktivitas ODI oleh SOMNC Tiongkok.

Meski bisa dinilai sebagai satu kelebihan, keterlibatan pemerintah Tiongkok dalam ODI oleh SOMNC Tiongkok dapat pula menjadi kekurangan tersendiri. Oleh karena adanya keterlibatan pemerintah negara asing, tidak jarang ODI dari SOMNC Tiongkok justru mendapatkan diskriminasi karena dikhawatirkan membawa agenda politik tertentu dari negara asal. Hal tersebut wajar saja karena oleh beberapa negara di dunia fenomena demikian dipandang sebagai sebuah ancaman terhadap kedaulatan nasional.

Pelajaran bagi Indonesia

Kemampuan Tiongkok berperan aktif dalam pasar global dengan menjadikan BUMN mereka sebagai ujung tombak dapat menjadi pelajaran berharga bagi Indonesia. Sebagai sebuah negara yang juga memiliki banyak BUMN dan bahkan oleh beberapa pakar disebut memiliki konstitusiyang cenderung menghendaki kapitalisme negara, Indonesia tentu memiliki peluang yang sama besar dengan Tiongkok.

Hanya saja, peluang ini tidak dapat direalisasikan selama kita tidak berusaha mengatasi berbagai tantangan yang ada terkait pengelolaan BUMN.

BUMN Indonesia selama ini masih memiliki budaya yang birokratis ala pemerintahan alih-alih seperti badan usaha pada umumnya. Tentu hal tersebut mengurangi kegesitan BUMN kita dalam bersaing di pasar.

Tantangan lain terkait BUMN kita adalah kecenderungan para atasan untuk dilayani, disegani, dan dihormati oleh bawahan-bawahannya sebagaimana kultur pegawai pemerintahan. Kultur yang demikian tentu merusak profesionalitas kerja BUMN sebagai suatu badan usaha dan dapat mengurangi daya saing BUMN dibandingkan dengan badan usaha swasta.

Selain itu, kenyataan pahit lain mengenai BUMN kita adalah pemilihan jajaran direksi atau komisaris yang jauh dari kata fair, fit, dan proper. Terkadang, BUMN kita hanya menjadi pos-pos jatah bagi orang-orang dekat kekuasaan sebagai wujud terima kasih pasca kontestasi. Hal inilah yang kerap kali disebut orang bahwa BUMN kita tidak lebih dari "sapi perah" politik.

Berbagai tantangan yang menyangkut BUMN kita perlu kita jawab agar apa yang telah dilakukan Tiongkok dengan BUMN-nya dapat kita tiru. Semoga BUMN kita dapat lebih sehat dan bisa menunjukkan tajinya dalam perekonomian global esok hari.

https://kumparan.com/muh-rasikh-undipa-akbar/internasionalisasi-bumn-belajar-dari-tiongkok-21tiwKeoNPm

What's your reaction?

Comments

https://www.hitabatak.com/assets/images/user-avatar-s.jpg

0 comment

Write the first comment for this!

Facebook Conversations