Job Makin Sepi, Dana Keistimewaan Dianggap Jadi Penyelamat Seni Tradisional
Oleh Pandangan Jogja
Kelompok seni gejog lesung saat tampil di Gebyar 11 Tahun UU Keistimewaan DIY di Lapangan Secang, Sendangsari, Pengasih. Foto: Widi RH Pradana
Kelompok seni gejog lesung saat tampil di Gebyar 11 Tahun UU Keistimewaan DIY di Lapangan Secang, Sendangsari, Pengasih. Foto: Widi RH Pradana

Ngatinah, 53 tahun, sudah tak ingat terakhir kali ada orang yang mengundang dan nanggap Kelompok Seni Gejog Lesung Madu Sworo yang dia pimpin. Sudah lama sekali mereka tak pernah mendapat job dari masyarakat perorangan.

“Selama ini jobnya ya dari pemerintah, dari kegiatan Danais (Dana Keistimewaan), atau di acara 17-an di kalurahan,” kata Ngatinah usai tampil dalam acara Gebyar 11 Tahun UU Keistimewaan DIY di Lapangan Secang, Kalurahan Sendangsari, Pengasih, Kulon Progo, Kamis (31/8).

Kelompok Seni Gejog Lesung Madu Sworo adalah salah satu kelompok seni gejog lesung yang masih eksis di Kalurahan Sendangsari. Rata-rata usia anggotanya sudah usia 40 sampai 50 an tahun. Anak muda semakin jarang yang menekuninya karena dianggap tak bisa dijual. Ngatinah memahami itu.

“Hanya buat hiburan, belum bisa jadi pekerjaan utama. Sekarang kami kalau pagi kerja di sawah, kalau ada event dan ada undangan baru latihan,” kata dia.

Sekarang, setelah adanya ada semakin banyak event yang diadakan menggunakan Danais, kelompoknya lebih sering mendapat job.

“Dulu jarang sekali, paling sekali setahun saat 17-an. Sekarang lebih baik lah, paling enggak sebulan sekali ada event,” kata Ngatinah.

Pertunjukan seni angguk saat tampil di Gebyar 11 Tahun Keistimewaan DIY di Lapangan Secang, Sendangsari, Pengasih. Foto: Widi RH Pradana/Pandangan Jogja
Pertunjukan seni angguk saat tampil di Gebyar 11 Tahun Keistimewaan DIY di Lapangan Secang, Sendangsari, Pengasih. Foto: Widi RH Pradana/Pandangan Jogja

Manfaat dari adanya Danais juga dirasakan oleh kesenian khas Kulon Progo lain, yakni angguk.

Didik Suparji, salah seorang seniman yang juga mengelola kelompok angguk, mengatakan bahwa pada era 80 sampai 90-an, kesenian ini sempat berjaya. Saat memiliki hajat, banyak orang yang menanggap angguk di rumahnya masing-masing. Sebulan kelompoknya bisa tampil tiga sampai empat kali.

Tapi setelah tahun 2000-an ke sini, eksistensi kesenian angguk mengalami kemerosotan.

“Sebulan saja belum tentu ada job,” kata Didik.

Kesenian angguk mulai bergeliat setelah ada event pementasan 1.000 penari angguk Kulon Progo pada tahun 2018 silam. Sejak saat itu, kesenian angguk mendapat perhatian lebih dari pemerintah. Event-event pertunjukan seni angguk juga semakin sering digelar.

“Sekarang kan banyak kegiatan seni yang diadakan oleh Dana Keistimewaan, sanggar-sanggar juga banyak yang dapat bantuan, jadi semakin baguslah, hampir setiap kalurahan sekarang punya kelompok angguk,” ujarnya.

Pertunjukan seni jathilan di Gebyar 11 Tahun Keistimewaan DIY di Lapangan Secang, Sendangsari, Pengasih. Foto: Widi RH Pradana/Pandangan Jogja
Pertunjukan seni jathilan di Gebyar 11 Tahun Keistimewaan DIY di Lapangan Secang, Sendangsari, Pengasih. Foto: Widi RH Pradana/Pandangan Jogja

Meski begitu, kesenian ini menurutnya masih belum bisa menjadi profesi utama. Para seniman angguk biasanya hanya menjadikan kesenian ini sebagai pekerjaan sampingan, atau sebatas hobi semata.

“Saya kira belum ya kalau jadi pekerjaan utama. Tapi kalau nanti semakin banyak event seperti ini, terus orang-orang jadi mau nanggap angguk lagi di rumahnya, mungkin baru bisa jadi pekerjaan utama,” kata Didik.

Wahyu Kuntoro, 25 tahun, salah seorang seniman angguk muda mengatakan bahwa dia tertarik dengan kesenian angguk juga hanya sebatas hobi. Ketertarikannya pada seni tradisional angguk menurut dia karena sejak kecil dia sudah dikenalkan dengan kesenian ini oleh kedua orang tuanya yang kebetulan juga seniman.

“Hobi saja sih, kalau inginnya jadi produser musik,” kata dia.

Menurutnya, perkembangan seni angguk saat ini memang mengalami perkembangan yang cukup menggembirakan. Anak-anak muda sepertinya semakin banyak yang tertarik untuk mempelajari dan melestarikan budaya ini,

“Saya kira karena event dari pemerintah sekarang juga lebih sering, jadi sanggar-sanggar juga aktif lagi. Misalnya di Taman Budaya Kulon Progo, itu setiap pekan juga ada pertunjukan rutin, bukan cuma untuk angguk tapi untuk kesenian lain juga yang jarang tampil,” kata Wahyu.

https://kumparan.com/pandangan-jogja/job-makin-sepi-dana-keistimewaan-dianggap-jadi-penyelamat-seni-tradisional-216cBONhgOB

What's your reaction?

Comments

https://www.hitabatak.com/assets/images/user-avatar-s.jpg

0 comment

Write the first comment for this!

Facebook Conversations