Kepala BKPerdag: Indonesia Perlu Pelajari Strategi Sukses Vietnam di EU-CEPA
Kementerian Perdagangan menggelar Gambir Trade Talk (GTT) #13 yang membahas strategi sukses diplomasi perdagangan Vietnam.
Kepala Badan Kebijakan Perdagangan (BKPerdag), Kasan, dalam pembukaan Gambir Trade Talk (GTT) #13 yang digelar secara hibrida di Hotel Borobudur Jakarta, Rabu (6/3). Foto: Kemendag
Kepala Badan Kebijakan Perdagangan (BKPerdag), Kasan, dalam pembukaan Gambir Trade Talk (GTT) #13 yang digelar secara hibrida di Hotel Borobudur Jakarta, Rabu (6/3). Foto: Kemendag

Kementerian Perdagangan (Kemendag) baru saja membuka gelaran Gambir Trade Talk (GTT) #13 yang digelar secara hibrida di Hotel Borobudur Jakarta, Rabu (6/3). GTT #13 ini mengusung tema “Diplomasi Perdagangan Vietnam: Strategi dan Kunci Kesuksesan Vietnam dalam EU-CEPA”.

GTT menjadi sarana berbagi pengetahuan dan diskusi bersama kalangan akademisi demi mendukung kebijakan perdagangan yang bermanfaat bagi masyarakat. GTT digelar secara rutin oleh BKPerdag untuk mendukung pelaksanaan analisis dan penyusunan rekomendasi kebijakan perdagangan. Tahun ini, GTT #13 dihadiri 250 peserta secara dari sejumlah kementerian/lembaga dan tayangan.

Dalam seminar tersebut, Kepala Badan Kebijakan Perdagangan (BKPerdag), Kasan, mengungkapkan bahwa Indonesia yang tengah mengejar penyelesaian proses perundingan perdagangan dengan Uni Eropa (UE) perlu mengambil pelajaran dari Vietnam, baik dari strategi perundingan maupun implementasinya.

Pelajaran ini penting untuk mempersiapkan kondisi ekonomi domestik dalam menghadapi risiko, serta memaksimalkan peluang ekonomi dari perdagangan bebas dengan UE (European Union Comprehensive Economic Partnership Agreement/EU CEPA).

"Kinerja perdagangan Vietnam dengan UE selama kurun waktu 20 tahun (2003-2022) selalu mengalami surplus dengan tren peningkatan sebesar 19,33 persen per tahunnya. Yang perlu menjadi perhatian dan bisa menjadi pembelajaran bagi Indonesia adalah bagaimana proses reformasi ekonomi Vietnam terjadi hingga mendorong Vietnam untuk dapat berhasil dalam memanfaatkan free trade agreement-nya (FTA)," terang Kasan.

Kasan menyampaikan, Vietnam sudah mengimplementasikan perjanjian dagang dengan UE, sementara Indonesia berencana akan merampungkannya pada tahun ini. Indonesia dan UE berhasil mencapai kemajuan dalam Putaran ke-17 Perundingan Indonesia–EU CEPA (I-EU CEPA) yang berlangsung pada 26 Februari-1 Maret 2024 lalu di Bandung, Jawa Barat.

Pada putaran tersebut, keduanya berhasil menjaga momentum positif dengan menyelesaikan tiga bab secara teknis dan mendorong diskusi akses pasar di bidang barang, jasa, dan investasi. Ketiga bab tersebut yakni Bab Kerja Sama Sistem Pangan Berkelanjutan, Hambatan Teknis Perdagangan, dan Ketentuan Institusional.

Lanjut Kasan, pengambilan studi kasus Vietnam sebagai tema GTT kali ini tak lepas dari perkembangan ekonomi Vietnam dalam beberapa tahun terakhir yang menunjukkan kemajuan.

“Indonesia perlu mempelajari kesuksesan Vietnam dalam memanfaatkan peluang dari perjanjian perdagangan bebas dengan UE. Peningkatan tren keterbukaan perdagangan di negara berkembang ternyata cukup menjadi perbincangan yang hangat di kancah global, khususnya yang dialami Vietnam,” tuturnya.

Gambir Trade Talk (GTT) #13 di Hotel Borobudur Jakarta, Rabu (6/3), mengusung tema “Diplomasi Perdagangan Vietnam: Strategi dan Kunci Kesuksesan Vietnam dalam EU-CEPA”. Foto: Kemendag
Gambir Trade Talk (GTT) #13 di Hotel Borobudur Jakarta, Rabu (6/3), mengusung tema “Diplomasi Perdagangan Vietnam: Strategi dan Kunci Kesuksesan Vietnam dalam EU-CEPA”. Foto: Kemendag

Dalam seminar tersebut, hadir juga beberapa narasumber GTT #13, di antaranya Senior Trade Specialist World Bank Roberto Echandi, Dosen Hubungan Internasional Universitas Islam Internasional Indonesia, Mochamad Faisal Karim, dan Atase Perdagangan KBRI Hanoi Vietnam, Addy Perdana Soemantry. GTT #13 menjadi salah satu kolaborasi bersama antara pemangku kebijakan dengan kalangan akademisi dalam mendukung kebijakan persiapan Pemerintah Indonesia dalam menyambut perdagangan bebas dengan UE.

Dalam forum tersebut, Roberto Echandi menerangkan pengalamannya terkait politik ekonomi internal UE terhadap laju dan kandungan perundingan perdagangan.

“Laju perundingan UE cenderung lebih lambat daripada dengan mitra dagang utama lain, seperti Amerika Serikat, Tiongkok, atau Jepang. Beberapa perundingan telah berlangsung 10 tahun lamanya. Untuk itu, Pemerintah Indonesia perlu melakukan pendekatan dengan berbagai pihak dan tidak hanya dengan tim perunding saja” terang Roberto.

Faisal Karim lebih lanjut menjelaskan, Vietnam ingin menjadi hub FTA di Asia Tenggara bersama Singapura dan Thailand. UEV-FTA mewakili langkah besar berikutnya dalam integrasi ekonomi internasional Vietnam sejak bergabung dengan World Trade Organization (WTO) pada 2007, dan dapat berfungsi sebagai katalis pertumbuhan ekonomi dan perkembangan sosial.

Poin utamanya adalah tidak ada satu pun pesaing Vietnam yang terlibat dalam perundingan FTA dengan UE pada saat itu. Kondisi itu memungkinkan Vietnam untuk memperoleh manfaat nyata dari peningkatan akses ke pasar UE.

“Kekhawatiran terhadap kemungkinan keluarnya Vietnam dari Generalisd Scheme of Preferences (GSP) UE mengubah FTA menjadi instrumen penting bagi Vietnam mempertahankan dan memperoleh manfaat perdagangan penting lainnya. Khususnya, pengakuan status ekonomi pasar penuh memberikan tindakan yang transparan dan nondiskriminasi bagi Vietnam di kasus perselisihan dagang (kebanyakan dengan UE dan AS),” lanjut Faisal.

Berdasarkan EUVFTA, sebanyak 85,6 persen tarif yang dikenakan pada Vietnam akan dihapuskan atau setara dengan 70,3 persen pendapatan Vietnam dari ekspor ke UE. Hal ini merupakan komitmen tertinggi mitra yang telah setuju dengan Vietnam.

Sementara, Atase Perdagangan Hanoi Addy Perdana Soemantry menyoroti perdagangan antara UE dan Vietnam setelah EUV-FTA. Pasar UE mengalami pertumbuhan positif dalam lima bulan pertama implementasi EVFTA, diikuti pertumbuhan tujuh bulan berikutnya sebesar 17,8 persen.

Menilik Kinerja Perdagangan Vietnam dengan UE

Kondisi industri Vietnam sendiri masih mengalami perkembangan usai liberalisasi ekonomi pada 1986 silam melalui reformasi “Doi Moi” (bahasa Indonesia: Renovasi atau Pembaharuan). Vietnam dan Indonesia juga masuk dalam Generalised Scheme of Preferences (GSP), yang merupakan paket kebijakan UE demi memudahkan negara berkembang untuk memasuki pasar kawasan ekonomi tersebut dengan berbagai kemudahan pengenaan tarif.

Meski begitu, pemberlakuan GSP terhadap Vietnam terhenti pada 2023 ketika Vietnam sudah memiliki kerja sama EUV-FTA pada 2020. Walaupun terhenti, kerja sama EUV-FTA tetap memberikan dampak positif bagi Vietnam.

Pasca-2021 EUV-FTA efektif diberlakukan, Vietnam mengalami peningkatan ekspor sebesar 14,17 persen dan penurunan impor 9,86 persen. Data Trademap menunjukkan, Vietnam juga mengalami peningkatan surplus sebesar 25,96 persen pada 2022.

Sejak 1987, Vietnam mengeluarkan undang-undang tentang investasi asing yang menjadi langkah awal Vietnam sangat terbuka terhadap pasar dunia. Regulasi tersebut menghasilkan gelombang investasi langsung luar negeri (foreign direct investment/FDI) pertama Vietnam pada 1991-1997 dengan 2.230 proyek. Total modal terdaftar sebesar USD 16,24 miliar.

Tayangan ulang Gambir Trade Talk (GTT) #13 dapat disaksikan di sini.

https://kumparan.com/kumparanbisnis/kepala-bkperdag-indonesia-perlu-pelajari-strategi-sukses-vietnam-di-eu-cepa-22NMkTpNbF0

What's your reaction?

Comments

https://www.hitabatak.com/assets/images/user-avatar-s.jpg

0 comment

Write the first comment for this!

Facebook Conversations