views
Makanan khas Yogyakarta, yang merupakan salah satu makanan favorit Sri Sultan Hamengku Buwono VIII, songgo buwono, dibagikan secara gratis pada event Selasa Wagen di Malioboro pada Selasa (14/11) malam.
Sebanyak 200 porsi songgo buwono yang dibagikan Dinas Kebudayaan Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY), ludes diserbu pengunjung Malioboro hanya dalam waktu sekitar satu jam.
“Ini dibuat pertama kali pada zaman Sultan Hamengku Buwono VII, lalu jadi makanan favorit Sultan Hamengku Buwono VIII,” kata Kepala Seksi Perencanaan Disbud DIY, Dwi Wardhani Naraswari.
Makanan favorit raja ini terdiri dari beberapa komponen, seperti kue sus yang diisi dengan ragut dan daging, serta disandingkan dengan sayur selada dan telur ayam. Selain itu ada juga saus mayones dan acar sebagai pelengkap hidangan tersebut.
Sebagai hidangan tradisional, tampilan dan cita rasa songgo buwono justru cenderung menyerupai masakan western. Hal itu karena songgo buwono merupakan kuliner akulturasi yang menggabungkan budaya barat dan Jawa.
Cita rasa western sangat menonjol pada kue sus yang berasal dari Belanda dan saus mayones yang berasal dari Prancis.
“Kalau bahasa sekarang fusion mungkin ya, jadi percampuran budaya Jawa dan barat. Jadi kalau makan songgo buwono itu seperti makan makanan dari tiga negara,” lanjutnya.
Makanan Penyangga Kehidupan
Nama songgo buwono sendiri diambil dari bahasa Jawa, songgo berarti penyangga dan buwono berarti langit atau kehidupan. Jadi, songgo buwono secara harfiah berarti penyangga kehidupan.
FIlosofi ini diwakilkan oleh komponen-komponen di dalamnya. Kue sus misalnya yang jadi komponen utama songgo buwono menggambarkan bentuk bumi, tempat semua makhluk hidup lahir dan mati. Daun selada bermakna hamparan pepohonan dan tumbuhan hijau yang asri dan lestari.
Sementara itu, isian songgo buwono yang dinamai ragut menggambarkan keberagaman masyarakat di dunia yang mampu berpadu dalam keselarasan. Sedangkan telur ayam dan mayones menggambarkan langit, dan acar sebagai bintang.
Tak hanya songgo buwono, ada juga roti kembang waru, kudapan asal Kotagede, Yogya, juga dibagikan secara gratis dalam event tersebut. Roti ini pertama dibuat pada zaman Mataram Islam era Sultan Agung.
Roti berwarna cokelat ini berbentuk bulat dengan delapan sisi di pinggirnya, seperti bunga pohon waru yang dulu banyak ditemukan di wilayah Kotagede.
Delapan sisi pada roti kembang waru juga memiliki filosofi tersendiri, sebagai delapan laku yang merupakan personifikasi dari delapan elemen alam yakni tana, air, angin, api, matahari, bulan, bintang, dan langit. Jika seorang pemimpin dapat menerapkan delapan laku tersebut, maka diyakini ia akan menjadi pemimpin yang berwibawa dan mampu mengayomi semua rakyatnya.
“Kedua kuliner tradisional ini, songgo buwono dan roti kembang waru telah ditetapkan sebagai warisan budaya tak benda (WBTb) dari Yogyakarta,” kata Naras.
Pengunjung: Rasanya Mantul, Cucu Saya Habis Dua
Sejak acara Selasa Wagen dibuka, para pengunjung Malioboro tampak mengantre untuk mencicipi songgo buwono dan roti kembang waru di depan Gedung DPRD DIY.
Dua selebgram yang banyak membuat konten di Malioboro, Muhammad Irzan dan Febby J Tamara, adalah dua dari banyak pengunjung yang ikut mencicipi songgo buwono dan roti kembang waru. Mereka berdua baru kali ini mencicipi dua makanan tradisional asal Yogya tersebut.
“Enak juga ya bang. Cocok banget ini dimakan sambil minum teh, kopi, kalau enggak susu pagi-pagi,” kata Irzan saat mencicipi roti kembang waru.
Sedangkan Febby, sangat menyukai rasa dari songgo buwono. Kue sus, daging, dan saus mayones menurutnya adalah perpaduan yang cocok.
“Apalagi dagingnya banyak. Porsinya pas buat nunda lapar, jadi kalau pengen makan tapi belum laper-laper banget pas makan ini,” kata Febby.
Pengunjung lain, Darsih, yang datang rombongan bersama keluarganya dari Pengasih, Kulon Progo, juga sangat antusias menyantap songgo buwono dan roti kembang waru yang disediakan panitia.
Ia juga mengaku baru pertama kali mencicipi songgo buwono, dan langsung terkesan dengan rasanya.
“Rasanya mantul, saya baru pertama datang ke acara Selasa Wagen, baru pertama juga makan ini (songgo buwono dan roti kembang waru),” kata Darsih sambil mengacungkan jempolnya.
“Cucu saya sampai habis dua,” ujarnya.
Tak cuma kuliner, event Selasa Wagen semalam juga dimeriahkan dengan berbagai pertunjukan seni yang dibagi di beberapa panggung di sepanjang Jalan Malioboro. Ada live musik, kuda lumping, dongeng untuk anak-anak, serta penampilan pamungkas seniman biola Vishnu Satyagraha yang berkolaborasi dengan seniman pantomim Yogya, Asita Kaladewa.
Sebagai informasi, event Selasa Wagen ini ke depan akan menjadi event rutin yang digelar di sepanjang Jalan Malioboro setiap hari Selasa Wage malam. Beragam pertunjukan seni dan budaya akan ditampilkan untuk memeriahkan event Selasa Wagen ini.
https://kumparan.com/pandangan-jogja/makanan-favorit-sultan-hb-viii-dibagikan-gratis-di-malioboro-rasanya-mantul-21aDxiMP2tM
Comments
0 comment