Mengapa 2024 Butuh Perubahan? Sebuah Opini Sugeng Bahagijo
Oleh Pandangan Jogja
Deklarasi Anies Baswedan dan Muhaimin Iskandar di Hotel Majapahit, Surabaya, 2 September 2023. Foto: Moch Asim/Antara
Deklarasi Anies Baswedan dan Muhaimin Iskandar di Hotel Majapahit, Surabaya, 2 September 2023. Foto: Moch Asim/Antara

Pemilu 2024 menjadi momen yang pas di mana idaman dan cita-cita sosial ditulis kembali dan digaungkan kembali. Apakah metode dan strategi pembangunan sudah menjadi inklusif atau merangkul atau eksklusif atau meminggirkan. Apakah dan sudahkah warga memperoleh haknya?

Bagi warga negara, ini momen dan peluang mendaftar keluhan dan nasib yang tidak tentu. Siklus politik 5 tahunan menata ulang, memperbaiki, dan tentu membuka rancangan perubahan-perubahan.

Berulang-ulang Anies Baswedan dan Muhaimin Iskandar selalu berbicara tentang perubahan. Dalam setiap pidato, pertemuan dengan khalayak, dan bincang-bincang dengan media, kata kunci itu selalu dibawa. Bagi keduanya, perubahan bukan semata-mata slogan atau nama koalisi partai pengusung. Perubahan, bagi Anies dan Cak Imin (AMIN), adalah sebuah keniscayaan.

AMIN tentu paham bahwa perubahan adalah narasi besar dan bukan tugas ringan untuk mampu diejawantahkan. Banyak orang yang akan meragukan. Tetapi tidak sedikit pula mereka yang percaya bahwa perubahan adalah sebuah keharusan. Mereka yang ragu bakal bertanya, bisakah perubahan itu diwujudkan? Apakah betul Indonesia suasana batin warga Indonesia mendesak perubahan?

Pertanyaan-pertanyaan itu tentu tidak bisa dijawab secara sederhana. Butuh dasar yang konkret dan gagasan mutakhir untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan tersebut. Pertanyaan tersulit adalah, apakah warga mendukung perubahan-perubahan yang digaungkan oleh AMIN?

Sugeng Bahagijo. Foto: The Prakarsa
Sugeng Bahagijo. Foto: The Prakarsa

Jawabannya, tentu siap. Warga tentu akan mendukung sepanjang perubahan itu memenuhi dua syarat. Pertama, perubahan harus membawa masyarakat ke tatanan sosial yang lebih etis dan adil. Tatanan sosial yang memanusiakan manusia. Tatanan sosial yang turut menghargai keberlangsungan hidup semua makhluk, termasuk satwa dan tumbuhan.

Dalam perubahan etis ini, kedudukan warga negara harus dilihat lebih penting ketimbang investasi yang menelan lahan-lahan warga dan petani-petani gurem. Contoh lawas dari perubahan etis yang mememanusiakan manusia ini adalah perubahan sistem perbudakan menuju tatanan sosial di mana setiap orang dan setiap warga diakui dan sama kedudukannya di hadapan hukum dan politik.

Kedua, perubahan harus bertujuan memberikan kemudahan dan kesejahteraan. Tujuan ini hanya bisa tercapai apabila pemerintah melakukan perombakan pada sistem institusi dan operasional lembaga-lembaga pemerintah maupun non-pemerintah. Perubahan yang memaksa institusi pemerintahan dan nonpemerintahan untuk lebih terbuka dan tidak diskriminatif.

Perubahan pada institusi dan sistem operasional amat mendesak dilakukan agar masyarakat bisa mendapatkan layanan pemerintah dengan mudah dan lebih bermutu. Mulai dari layanan kesehatan, pendidikan, hingga kebutuhan pemenuhan barang pokok. Tentu saja, tujuan akhirnya adalah masyarakat yang lebih sejahtera.

Dibutuhkan perubahan skala besar untuk memenuhi syarat agar perubahan–pada akhirnya–dapat diterima masyarakat. Bukan hanya perubahan dari segi kebijakan dan institusi, melainkan juga perubahan perilaku masyarakat yang sama-sama bertujuan untuk kemaslahatan bersama.

Selanjutnya, apakah Indonesia membutuhkan perubahan? Tentu, Indonesia membutuhkan perubahan. Perubahan berskala besar. Buktinya, sejumlah survei politik menunjukkan bahwa saat ini sebagian besar isu yang dikeluhkan masyarakat Indonesia masih selalu tentang ekonomi, kebutuhan dasar, harga sembako yang tidak stabil, sempitnya lapangan kerja, dan pendapatan yang kecil. Dalam kata lain, saat ini ekonomi atau daya beli masyarakat masih jauh dari kata sejahtera.

Selain persoalan ekonomi, Indonesia masih terus dihantui oleh persoalan kerusakan lingkungan hidup parah. Dari polusi udara di kota-kota besar, pembalakan liar yang menggunduli hutan, hingga diserobotnya kekayaan alam Indonesia oleh pihak-pihak tidak bertanggung jawab. Persoalan ini tentulah membutuhkan solusi. Perubahan-perubahan kebijakan sangat diperlukan agar sanggup mengerem laju kerusakan lingkungan.

Bacapres Anies Baswedan bersama Bacawapres Muhaimin Iskandar saat menyambangi kantor DPP PKB di Cikini, Jakarta, Senin (11/9/2023). Foto: Jamal Ramadhan/kumparan
Bacapres Anies Baswedan bersama Bacawapres Muhaimin Iskandar saat menyambangi kantor DPP PKB di Cikini, Jakarta, Senin (11/9/2023). Foto: Jamal Ramadhan/kumparan

Problem lainnya yang juga membutuhkan perubahan adalah belum meratanya pembangunan di daerah. Pembangunan yang tidak sebatas jalan tol, melainkan juga pembangunan layanan kesehatan, jalan-jalan daerah, hingga fasilitas pendidikan. Pembangunan yang pada akhirnya bertujuan agar masyarakat desa mandiri secara ekonomi.

Investasi Indonesia dalam bidang pendidikan juga masih jauh dari kata cukup. Ini membuat sumber daya manusia Indonesia kalah jauh dibandingkan negara-negara lainnya. Pengembangan mutu pendidikan dan SDM ini tentu juga membutuhkan perubahan kebijakan yang serius. Investasi besar perlu digelontorkan untuk meningkatkan mutu SDM Indonesia sehingga mampu bersaing secara internasional.

Indonesia selama ini terus-menerus bergantung pada modal ilmiah dan teknologi negara-negara sahabat supaya bisa memanfaatkan kekayaan alamnya. Industrialisasi dan hilirisasi kekayaan alam Indonesia nyaris tidak bisa dilakukan sendiri dalam negeri. Korea bisa menjadi produsen baja terbesar dunia dengan biji besi dari Indonesia. Belgia menjadi produsen cokelat terbesar yang kakaonya diambil dari Sulawesi.

Ini tidak boleh terjadi lagi. Sehingga kita butuh perubahan besar untuk memupuk dan memiliki modal ilmiah sendiri. Untuk mampu memanfaatkan kekayaan alam dengan sebaik-baiknya. Mulai dari hulu hingga hilirnya.

Salah satu tugas besar pemimpin Indonesia ke depan adalah mengajak dan meyakinkan para superkaya-oligarki untuk menjadi pelaku bisnis yang bertanggung jawab (responsible bisnis). No one left behind- tak seorang pun ditinggalkan dan dirugikan agar menjadi pedoman dalam perilaku bisnis. Mereka yang berfokus di bidang tambang dan perkebunan sawit perlu menjadi pelaku usaha yang bertanggung jawab secara sosial, lingkungan, dan tata kelolanya.

Tujuan-tujuan ini membutuhkan strategi dan pendekatan yang berbeda dengan strategi pembangunan 10-20 tahun terakhir. Dibutuhkan pemimpin yang memiliki empati dan komitmen perubahan untuk melakukan itu semua.

Bisakah perubahan itu diwujudkan? Jawabannya, tentu saja bisa meski tidak mudah. Sejarah mencatat, perubahan berskala besar hanya bisa dilakukan oleh orang-orang yang punya kekuasaan setara presiden dan wakil presiden.

Misalnya saja, Abraham Lincoln yang menghapus perbudakan di Amerika Serikat dengan risiko perang saudara dari negara-negara bagian Selatan. Kemudian ada juga Presiden AS Ke-35, Lyndon Johnson yang menerbitkan Undang-Undang Kebebasan Sipil untuk melindungi orang-orang kulit hitam.

Di Indonesia, mantan Presiden Abdurrahman Wahid alias Gus Dur mencabut aturan yang melanggengkan praktik diskriminasi kepada masyarakat Tionghoa dan anak-anak keturunan dari anggota Partai Komunis Indonesia.

Kebijakan ini diambil Gus Dur demi menjaga kebhinekaan dan kerukunan antarsuku, ras, dan agama di Indonesia. Sekarang kita merasakan dampak dari perubahan skala besar yang dilakukan Gus Dur itu. Masyarakat Indonesia bisa hidup saling berdampingan tanpa harus takut dianggap berbeda.

Keberanian melakukan perubahan inilah yang dibutuhkan Indonesia di masa depan. Pemimpin Indonesia harus berani membentuk kebijakan yang meyakinkan pebisnis untuk patuh dan bertanggung jawab. Sehingga ke depan, investasi tidak lagi mengorbankan modal sosial dan sumber sumber daya hayati- lingkungan hidup.

Sebab itu, jika ada pasangan calon presiden maupun wakil presiden yang berani merancang narasi dan tekad perubahan, maka layak bagi keduanya mendapatkan dukungan. Karena Indonesia memang membutuhkan perubahan-perubahan.

https://kumparan.com/pandangan-jogja/mengapa-2024-butuh-perubahan-sebuah-opini-sugeng-bahagijo-21NsAB4coa4

What's your reaction?

Comments

https://www.hitabatak.com/assets/images/user-avatar-s.jpg

0 comment

Write the first comment for this!

Facebook Conversations