Muhammadiyah Kecam Penggusuran Warga Pulau Rempang
Pemerintah terlihat ambisius membangun proyek bisnis dengan cara mengusir masyarakat yang telah lama hidup di Pulau Rempang, jauh sebelum Indonesia didirikan,”#newsupdate #update #news #text
Pengunjuk rasa melempari personel polisi saat aksi unjuk rasa warga Pulau Rempang di Kantor Badan Pengusahaan (BP) Batam, Batam, Kepulauan Riau, Senin (11/9/2023). Foto: Teguh Prihatna/ANTARA FOTO
Pengunjuk rasa melempari personel polisi saat aksi unjuk rasa warga Pulau Rempang di Kantor Badan Pengusahaan (BP) Batam, Batam, Kepulauan Riau, Senin (11/9/2023). Foto: Teguh Prihatna/ANTARA FOTO

Lembaga Hikmah dan Kebijakan Publik (LHKP) dan Majelis Hukum dan HAM (MHH) Pimpinan Pusat Muhammadiyah mengeluarkan pernyataan sikap atas penggusuran secara paksa terhadap warga Rempang, Kepulauan Riau, atas proyek Rempang Eco City.

"Proyek Rempang Eco City sangat bermasalah ternyata payung hukumnya baru disahkan pada tanggal 28 Agustus 2023 melalui Peraturan Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 2023," demikian pernyataan resmi LHKP dan Majelis Hukum dan HAM Pimpinan Pusat Muhammadiyah, Rabu (13/9).

Ketua LHKP Ridho Al-Hamdi dan Ketua MHH Trisno Raharjo dalam keterangan bersamanya menyebut, warga Rempang telah berdiri sejak 1834 sebelum Indonesia berdiri di tanah Rempang.

”Pemukiman dan warga tercatat telah ada sejak 1834, tempat tinggal dan pemukiman itulah yang saat ini mau digusur untuk proyek Rempang Eco-City. Pemerintah terlihat ambisius membangun proyek bisnis dengan cara mengusir masyarakat yang telah lama hidup di Pulau Rempang, jauh sebelum Indonesia didirikan,” tuturnya.

Menurut Ridhol Al Hamdi, Rempang Eco City sekarang menjadi Proyek Strategis Nasional (PSN) yang menimbulkan demonstrasi warga dan kekerasan aparat.

"Proyek ini tidak pernah dikonsultasikan secara bermakna kepada masyarakat Rempang yang terdampak. Hampir setiap pembangunan Proyek Strategis Nasional  pemerintah selalu mobilisasi aparat secara berlebihan yang berhadapan dengan masyarakat," bebernya.

"Pengadaan tanahnya terindikasi kerap merampas tanah masyarakat yang tidak pernah diberikan hak atas tanah oleh pemerintah," lanjutnya.

Muhammadiyah Kecam Tindakan Represif TNI dan Polri

Polisi menembakkan gas air mata saat membubarkan unjuk rasa warga Pulau Rempang di Kantor Badan Pengusahaan (BP) Batam, Batam, Kepulauan Riau, Senin (11/9/2023). Foto: Teguh Prihatna/ANTARA FOTO
Polisi menembakkan gas air mata saat membubarkan unjuk rasa warga Pulau Rempang di Kantor Badan Pengusahaan (BP) Batam, Batam, Kepulauan Riau, Senin (11/9/2023). Foto: Teguh Prihatna/ANTARA FOTO

Atas dasar itu, LHKP dan Majelis Hukum dan HAM PP Muhammadiyah mengecam kebijakan publik pemerintah untuk menggusur masyarakat Pulau Rempang, Kepulauan Riau demi kepentingan industri swasta.

"Pola pelaksanaan kebijakan yang tanpa konsultasi dan menggunakan kekuatan kepolisian dan TNI secara berlebihan bahkan terlihat brutal, pada 7 September 2023, ini sangat memalukan," lanjut keterangan tersebut.

Selain itu, LHKP dan MHH PP Muhammadiyah menilai pernyataan Menteri Koordinator Politik Hukum dan Keamanan (Menko Polhukam), Mahfud MD yang menyatakan bahwa 'tanah di Pulau Rempang itu belum pernah digarap' sangat keliru.

"Masyarakat di sana telah ada sejak tahun 1834. Menko Polhukam tampak jelas posisinya membela kepentingan investor swasta dan menutup mata pada kepentingan publik, termasuk sejarah sosial budaya masyarakat setempat yang telah lama dan hidup di pulau tersebut," bebernya.

LHKP dan MHH menilai penggusuran di Pulau Rempang ini menunjukkan kegagalan pemerintah menjalankan mandat konstitusi Indonesia. Dalam UUD 1945 disebutkan, tujuan pendirian negara adalah untuk melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia, memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa.

”Negara gagal menjalankan pasal 33 yang menyebutkan bahwa Bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat,” katanya.

Melalui penggusuran paksa itu, LHKP dan MHH Muhammadiyah menyebut, negara sengaja mempertontonkan keberpihakan nyata kepada investor yang bernafsu menguasai Pulau Rempang untuk kepentingan bisnis mereka berupa Proyek Eco City seluas 17.000 hektare.

3 Pernyataan Sikap Muhammadiyah

Gedung Pusat Dakwah Muhammadiyah. Foto: Aria Pradana/kumparan
Gedung Pusat Dakwah Muhammadiyah. Foto: Aria Pradana/kumparan

LHKP dan MHH Pimpinan Pusat Muhammadiyah berdiri bersama berbagai elemen gerakan masyarakat sipil di Indonesia yang sudah turut bersolidaritas menyatakan sikap sebagai berikut:

1. meminta presiden dan Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Republik Indonesia untuk mengevaluasi dan mencabut proyek Rempang Eco City sebagai PSN.

2. Mendesak Kepala Kepolisian Republik Indonesia dan Kepolisian Daerah Kepulauan Riau untuk segera membebaskan sejumlah warga yang sedang ditahan serta menarik seluruh aparat bersenjata dari lokasi konflik.

3. mendesak pemerintah segera menjamin dan memuliakan hak-hak masyarakat Pulau Rempang untuk hidup dan tinggal di tanah yang selama ini mereka tempati serta mengedepankan perspektif HAM, mendayagunakan dialog dengan cara-cara damai yang mengutamakan kelestarian lingkungan dan keadilan antar generasi.

https://kumparan.com/kumparannews/muhammadiyah-kecam-penggusuran-warga-pulau-rempang-21BVYBFO2Ca

What's your reaction?

Comments

https://www.hitabatak.com/assets/images/user-avatar-s.jpg

0 comment

Write the first comment for this!

Facebook Conversations