Rentang Perhatian Pendek, Epidemi Pelik di Kalangan Gen Z
Oleh Alvie Putri Gustiningrum
Ilustrasi kecanduan sosial media. Foto: Shutter Stock
Ilustrasi kecanduan sosial media. Foto: Shutter Stock

Perkembangan teknologi dan eksistensi berbagai media sosial sebagai ranah pelepas penat di kalangan anak muda pada umumnya membawa dampak positif. Misalnya seperti kemudahan dalam mengakses informasi dengan cepat, berkurangnya hambatan dalam berkomunikasi, dan juga akses terhadap hiburan.

Sejumlah platform media sosial seperti Instagram, Twitter—yang kini berganti nama menjadi X—hingga TikTok secara konsisten digandrungi oleh anak muda yang haus akan informasi, hiburan, atau tempat berbagi.

Dari sejumlah media sosial yang ada, terdapat persamaan yang cukup menonjol dalam konteks penyebaran informasi kepada anak muda. Persamaan tersebut adalah cepat dan ringkasnya penyajian informasi yang ada dan diterima, sehingga tak perlu waktu lama untuk mencerna hal-hal baru.

Misalnya, TikTok dan durasi videonya yang secara umum berada di rentang 1-3 menit, Instagram dengan fitur Reels yang memiliki rentang video sama seperti TikTok, atau Twitter dengan limit 280 karakter untuk setiap cuitan yang mendorong pengguna agar membawa informasi secara ringkas.

Dengan pendeknya durasi konten yang diterima dalam basis sehari-hari, gen Z menjadi generasi yang rentan terhadap rentang perhatian pendek atau short attention span. Dikutip dari IAB UK, rata-rata rentang perhatian gen Z adalah 8 detik, lebih pendek dari para Milenial yang rentang perhatiannya secara rata-rata masih menyentuh dua angka, yakni 12 detik.

Konsumsi konten ringkas berdurasi pendek secara terus-menerus tentunya berimplikasi terhadap cara kerja otak. Sebagai generasi muda, penting bagi kaum gen Z untuk menjaga agar pikiran mereka tidak hanya tertarik pada konten-konten di media sosial.

Budaya membaca lebih panjang, mendengarkan lebih lama, dan menjaga fokus terhadap suatu hal menjadi beberapa skill yang patut diasah oleh gen Z. Lantas, bagaimana cara menanamkan kebiasaan-kebiasaan tersebut?

Hentikan Kebiasaan Multitasking

Ilustrasi multitasking. Foto: Shutterstock
Ilustrasi multitasking. Foto: Shutterstock

Mengerjakan lebih dari satu hal secara bersamaan memaksa otak kita untuk menempatkan fokus yang terbatas pada satu pekerjaan. Dengan membagi perhatian secara terus-menerus, kinerja dalam menyelesaikan pekerjaan juga semakin terdampak.

Manajemen waktu yang baik dapat membantu kita untuk mengatur kapan harus menyelesaikan suatu pekerjaan satu persatu secara terfokus untuk menghasilkan output yang lebih baik. Selain mengasah rentang perhatian, meninggalkan kebiasaan multitasking juga dapat membantu produktivitas dalam menciptakan hasil pekerjaan yang lebih berkualitas.

Meditasi

Ilustrasi Meditasi Foto: Dok. Shutterstock
Ilustrasi Meditasi Foto: Dok. Shutterstock

Menurut KBBI, meditasi diartikan sebagai proses pemusatan pikiran, perhatian, dan perasaan untuk mencapai sesuatu. Meditasi ditujukan untuk membersihkan pikiran dan melatih otak untuk melawan distraksi. Dengan rutin melakukan meditasi, otak akan terlatih untuk lebih fokus, di mana hal tersebut bermanfaat dalam upaya peningkatan rentang perhatian.

Dilansir dari laman UW Medicine, praktik meditasi membawa sejumlah manfaat lainnya bagi otak, di antaranya adalah meningkatkan kemampuan kognisi dan ingatan, membantu menenangkan saraf simpatik, hingga mengurangi reaktivitas emosional, stres, kecemasan, dan depresi.

Ada banyak panduan meditasi yang bisa diakses secara gratis melalui media sosial seperti YouTube, ada pula panduan berbayar yang biasanya diberikan melalui aplikasi.

Beralih ke Buku, Podcast, atau Film

Menghabiskan waktu dengan buku dapat membawa ilmu lebih banyak ketimbang berjam-jam berkutat dengan hiburan singkat di media sosial. (Sumber: Shutterstock)
Menghabiskan waktu dengan buku dapat membawa ilmu lebih banyak ketimbang berjam-jam berkutat dengan hiburan singkat di media sosial. (Sumber: Shutterstock)

Alih-alih menghabiskan waktu seharian untuk scrolling konten-konten berdurasi 1 menit, lebih baik waktu tersebut dialihkan kepada media-media yang membutuhkan rentang perhatian lebih panjang, seperti buku, podcast, atau film.

Selain mengasah rentang perhatian, mungkin akan lebih banyak hal-hal informatif dan menarik untuk dipelajari, ketimbang konten-konten yang mungkin hanya memberikan hiburan sesaat.

Dengan melatih otak untuk lebih terfokus pada satu hal yang ada di depan mata, kita sebagai generasi muda berupaya untuk melawan dampak negatif dari perkembangan teknologi informasi dan memaksimalkan kinerja sehari-hari.

Jadi, bagaimana, apakah masih ingin terus berkutat selama berjam-jam mencari hiburan singkat, atau justru terdorong ingin memaksimalkan fungsi kerja otak? Yuk, mulai patahkan stereotipe gen Z yang seperti kurang minum air putih, alias kurang fokus.

https://kumparan.com/alvie-putri-1690895039185266301/rentang-perhatian-pendek-epidemi-pelik-di-kalangan-gen-z-20ulx7jW9Xm

What's your reaction?

Comments

https://www.hitabatak.com/assets/images/user-avatar-s.jpg

0 comment

Write the first comment for this!

Facebook Conversations