Setara Institute Kritik TNI-Polri Bisa Isi Jabatan ASN: Khianati Reformasi
Setara Institute Kritik TNI-Polri Bisa Isi Jabatan ASN: Khianati Reformasi.
Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo menyampaikan keterangan usai melakukan pertemuan dengan Panglima TNI Jenderal Agus Subiyanto di Mabes Polri, Jakarta, Selasa (5/12/2023). Foto: Jamal Ramadhan/kumparan
Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo menyampaikan keterangan usai melakukan pertemuan dengan Panglima TNI Jenderal Agus Subiyanto di Mabes Polri, Jakarta, Selasa (5/12/2023). Foto: Jamal Ramadhan/kumparan

Setara Institute menyoroti rancangan peraturan pemerintah (RPP) yang membahas Manajemen Aparatur Sipil Negara (ASN). RPP ini mencakup total 22 bab yang terdiri dari 305 pasal. Substansi yang dibahas adalah pengembangan kompetensi, perencanaan kebutuhan, pengadaan ASN, digitalisasi, hingga hak dan kewajiban ASN.

Aturan ini salah satunya juga membahas jabatan ASN yang bisa diisi oleh prajurit TNI dan personel Polri, serta sebaliknya. Aturan ini bersifat resiprokal dan akan diseleksi secara ketat, serta disesuaikan dengan kebutuhan instansi yang bersangkutan.

Setara Institute menuturkan, upaya membangun reformasi TNI kerapkali mengalami gangguan melalui perluasan penempatan TNI pada jabatan sipil di luar ketentuan UU Nomor 34 Tahun 2004 tentang TNI.

Mereka menilai, penempatan tersebut memicu pelembagaan rutinitas penempatan prajurit-prajurit, terutama perwira, pada jabatan-jabatan yang tidak berkaitan dengan pertahanan negara. Padahal urusan-urusan pada jabatan tersebut dapat dikelola oleh aparatur sipil yang memiliki kapasitas sesuai bidangnya.

"Dalam konteks itu, terlihat bahwa pemerintah tidak punya komitmen politik untuk menguatkan reformasi TNI, juga Polri, sesuai dengan amanat Reformasi 1998," jelas keterangan pers Setara kepada wartawan, Jumat (15/3).

Konsekuensi yang ditimbulkan atas penempatan TNI-Polri pada jabatan sipil adalah menghidupkan kembali Dwifungsi ABRI dengan dalih kompetensi, yang justru dilakukan oleh pejabat sipil yaitu Presiden Jokowi.

Melalui penempatan tersebut, TNI-Polri tidak lagi hanya mengerjakan tugas utamanya sebagai alat pertahanan dan keamanan negara, tetapi kerja-kerja administratif dan sosial-politik lainnya.

"Hal itu nyata-nyata mengkhianati amanat Reformasi 1998 yang menghapus Dwi Fungsi ABRI (kini TNI/Polri) dan mengamanatkan profesionalisme TNI di bidang pertahanan/keamanan," jelas Setara.

Ilustrasi Aparatur Sipil Negara (ASN). Foto: Shutter Stock
Ilustrasi Aparatur Sipil Negara (ASN). Foto: Shutter Stock

Dalam konteks itu, penyusunan RPP tentang manajemen ASN, menurut Setara, harus dipersoalkan. Salah satu muatan dalam Rancangan peraturan tersebut adalah mengenai jabatan-jabatan ASN yang dapat diisi oleh prajurit TNI dan Polri.

"Reformasi TNI-Polri tidak menjadi ruh dalam RPP ini dan sangat potensial mengulang praktik Dwifungsi ABRI. Terlebih mengikuti kecenderungan yang selama ini terjadi pada periode Presiden Joko Widodo yang tidak memiliki paradigma supremasi sipil dalam demokrasi dan abai terhadap reformasi TNI-Polri, peraturan ini jelas akan mengakselerasi perluasan posisi TNI-Polri pada jabatan sipil, terutama jabatan-jabatan tertentu yang selama ini menjadi ranah ASN," jelas Setara.

Selain itu, Setara menilai RPP ini juga memiliki kompleksitas persoalan yang perlu diatasi melalui pengaturan yang terperinci dengan kriteria yang tepat.

Sebab melalui prinsip resiprokal, RPP ini dapat berdampak kepada jenjang karier kepada ASN maupun TNI/Polri.

Peneliti HAM dan keamanan SETARA Institute, Ikhsan Yosarie diskusi SETARA Institute dengan tema "Jalan Sunyi Reformasi TNI" di kantor SETARA Institute. Foto: Irfan Adi Saputra/kumparan
Peneliti HAM dan keamanan SETARA Institute, Ikhsan Yosarie diskusi SETARA Institute dengan tema "Jalan Sunyi Reformasi TNI" di kantor SETARA Institute. Foto: Irfan Adi Saputra/kumparan

Atas dasar kondisi tersebut, Setara Institute memberikan catatan sebagai berikut:

  1. Penyusunan RPP ASN semestinya mengokohkan komitmen Reformasi TNI-Polri, sehingga tetap meletakkan dua alat negara ini sebagai instrumen negara yang kuat dan profesional pada bidang pertahanan dan bidang keamanan negara, dan tidak didorong untuk mengokupasi jabatan-jabatan pemerintahan yang secara substantif dan selama ini menjadi tugas dan fungsi ASN.

  2. Peraturan ini sebenarnya dapat menguatkan pembatasan jabatan sipil bagi TNI-Polri sesuai UU TNI dan UU Polri. Berbagai Jabatan ASN yang dapat diduduki prajurit TNI dalam PP ASN semestinya tetap mengacu kepada ketentuan Pasal 47 ayat (2) UU TNI yang telah merinci jabatan-jabatan sipil yang dapat diduduki prajurit TNI tanpa melalui mekanisme pensiun dini, sebagaimana juga disebutkan dalam Pasal 19 ayat (3) UU Nomor 20 Tahun 2023 tentang ASN. Begitupun merujuk pada UU No. 2 Tahun 2002 tentang Polri Pasal 28 ayat (3), sebagaimana penjelasannya bahwa jabatan-jabatan tersebut perlu dipastikan memiliki sangkut paut dengan kepolisian dan ada penugasan resmi dari Kapolri. Sementara terhadap jabatan-jabatan ASN di luar ketentuan UU TNI dan UU Polri itu, PP ASN ini perlu menegaskan bahwa prajurit TNI hanya dapat menduduki jabatan sipil setelah mengundurkan diri atau pensiun dari dinas aktif keprajuritan, sebagaimana Pasal 47 ayat (1) UU TNI, serta merujuk kepada Pasal 28 ayat (3) UU Polri yang menegaskan bahwa Anggota Polri dapat menduduki jabatan di luar kepolisian setelah mengundurkan diri atau pensiun dari dinas kepolisian.

  3. UU ASN mengatur bahwa jabatan ASN terdiri dari Jabatan Manajerial dan Non-Manajerial. Pengaturan PP ini semestinya memberikan gambaran yang jelas perihal kriteria dan/atau jabatan-jabatan apa saja yang dapat diduduki prajurit TNI-Polri untuk jabatan ASN. Kriteria dan syarat yang ketat perlu dilakukan agar RPP ini tidak menjadi pintu masuk yang seluas-luasnya bagi penempatan TNI/Polri pada jabatan sipil yang dapat memicu massifnya kembali praktik Dwifungsi ABRI dan merusak tatanan demokratis negara ini.

  4. Mengingat dalam UU ASN memiliki konsep resiprokal, di mana ASN juga dapat mengisi jabatan-jabatan tertentu di lingkungan TNI-Polri, maka perlu diperhatikan agar pengaturan dalam rancangan PP ini tidak menambah persoalan mengenai karir-karir ASN dan prajurit TNI-Polri ke depannya. Penempatan sesuai kebutuhan Kementerian/Lembaga harus menjadi prinsip yang diutamakan, sehingga penempatan dapat tepat sasaran. RPO Manajemen ASN harus dipastikan menjadi instrumen untuk mewujudkan birokrasi berdampak, seperti jargon Kemenpan/RB, bukan untuk menjadi sarana perluasan penempatan TNI-Polri pada jabatan-jabatan ASN.

https://kumparan.com/kumparannews/setara-institute-kritik-tni-polri-bisa-isi-jabatan-asn-khianati-reformasi-22M3AaFV6ay

What's your reaction?

Comments

https://www.hitabatak.com/assets/images/user-avatar-s.jpg

0 comment

Write the first comment for this!

Facebook Conversations