Stunting di Banyuwangi Mayoritas Disebabkan Pola Asuh yang Kurang Tepat
Bupati Banyuwangi, Ipuk Fiestiandani, bercerita tentang stunting yang ada di daerahnya. # #bisnisupdate #update #bisnis #text
Bupati Banyuwangi, Ipuk Fiestiandani, di SMAN 1 Wongsorejo, Banyuwangi, Rabu (9/8) Foto: Rizki Baiquni Pratama/kumparan
Bupati Banyuwangi, Ipuk Fiestiandani, di SMAN 1 Wongsorejo, Banyuwangi, Rabu (9/8) Foto: Rizki Baiquni Pratama/kumparan

Bupati Banyuwangi, Ipuk Fiestiandani, menekankan masalah stunting bukan hanya persoalan kekurangan gizi. Salah satu pemicunya adalah maraknya pernikahan anak.

Hal itu ia sampaikan di di SMAN 1 Wongsorejo dalam diskusi bertajuk 'Edukasi Kesehatan: Ayo Cegah Stunting! Bakti BCA'.

"Secara fisik terutama yang perempuan, belum sempurna perkembangan reproduksinya. Kemudian pengetahuan mereka dalam berkeluarga. Inilah yang menyebabkan anak stunting dilahirkan pada ibu-ibu muda," ujar Ipuk di SMAN 1 Wongsorejo, Banyuwangi, Rabu (9/8).

Merujuk pada BKKBN, usia menikah yang ideal bagi perempuan sedianya adalah 21 tahun. Sementara bagi laki-laki adalah 25 tahun.

Berdasarkan data terkini, kata Ipuk, Kecamatan Wongsorejo merupakan kecamatan dengan angka stunting tertinggi di Kabupaten Banyuwangi.

"Kita punya Banyuwangi Tanggap Stunting (BTS). Kami punya data yang cukup realtime sehingga kami bisa lebih tepat sasaran," ujar Ipuk di SMAN 1 Wongsorejo, Rabu (9/8).

Berdasarkan data smartkampung.id milik Pemkab Banyuwangi, jumlah balita yang mengalami stunting per Agustus 2022 mencapai 3.404. Itu mencapai 3,6 persen dari keseluruhan balita di Banyuwangi yang mencapai 107.840.

"Kami berharap di tahun 2024, kami sudah bisa menurunkan angka stunting menjadi nol persen. Ini kan sesuai dengan arahan Bapak Presiden," katanya.

Bupati Banyuwangi, Ipuk Fiestiandani, di SMAN 1 Wongsorejo, Banyuwangi, Rabu (9/8) Foto: Rizki Baiquni Pratama/kumparan
Bupati Banyuwangi, Ipuk Fiestiandani, di SMAN 1 Wongsorejo, Banyuwangi, Rabu (9/8) Foto: Rizki Baiquni Pratama/kumparan

Masih dalam data yang sama, pola asuh menjadi faktor terbesar dalam masalah stunting di Banyuwangi. Dari 3.404 kasus stunting Kabupaten tersebut, 3.340 di antaranya disebabkan oleh pola asuh yang kurang tepat.

Menurut Ipuk, ekonomi memang bukanlah faktor utama yang menyebabkan tumbuh kembang anak menjadi terhambat. Sejumlah orang tua, kata Ipuk, tidak paham dengan gizi anak dan tentang bagaimana tumbuh kembang anak. Oleh sebab itu, ia menyebut pihaknya menggencarkan program parenting.

"Kami bekerja sama dengan berbagai pihak. Kami juga meminta seluruh dokter obgyn [dokter kandungan] dan dokter spesialis anak untuk memberikan dukungan terkait dukungan penurunan stunting di Banyuwangi. Mereka mendampingi dokter-dokter di puskesmas, bidan-bidan di puskesmas," ungkapnya.

Putri Indonesia 2023 Farhana Nariswari Wisandana mendorong supaya para pelajar tak buru-buru menikah. Ia pun mengungkapkan efek buruk nikah muda yang berujung pada kelahiran bayi stunting.

"Dampak stunting itu, dedek-dedek bayi masalahnya bukan cuma pendek, tapi otaknya juga terhambat. Kemudian lebih rentan terkena penyakit hipertensi, diabetes, atau bahkan obesitas," jelas Farhana.

Suasana edukasi kesehatan cegah stunting dari Bakti BCA di SMAN 1 Wongsorejo, Banyuwangi, Rabu (9/8) Foto: Rizki Baiquni Pratama/kumparan
Suasana edukasi kesehatan cegah stunting dari Bakti BCA di SMAN 1 Wongsorejo, Banyuwangi, Rabu (9/8) Foto: Rizki Baiquni Pratama/kumparan

Executive Vice President Secretariat & Corporate Communication BCA, Hera F. Haryn, menyebut Bakti BCA menjadikan Kabupaten Banyuwangi sebagai salah satu lokasi prioritas program tanggung jawab sosial perusahaan, dengan melaksanakan tiga program sekaligus di bidang kesehatan, lingkungan hidup, dan pembinaan desa wisata.

"Komitmen kami bahwa bahwa BCA hadir untuk masyarakat. Tidak hanya bisnis, tapi juga masyarakat," katanya.

Kegiatan “Bakti Sehat untuk Balita” yang dilakukan BCA di Kecamatan Wongsorejo diikuti oleh 150 bayi di bawah dua tahun (baduta).

Dalam kegiatan ini, BCA bekerja sama dengan Dinas Kesehatan, Puskesmas, serta Posyandu setempat dalam melakukan penyuluhan tentang kesehatan serta lingkungan yang sehat dan bersih kepada orang tua. Kegiatan ini kemudian dilanjutkan dengan pemeriksaan kondisi baduta, dengan melakukan penimbangan berat badan.

Suasana edukasi kesehatan cegah stunting dari Bakti BCA di SMAN 1 Wongsorejo, Banyuwangi, Rabu (9/8) Foto: Rizki Baiquni Pratama/kumparan
Suasana edukasi kesehatan cegah stunting dari Bakti BCA di SMAN 1 Wongsorejo, Banyuwangi, Rabu (9/8) Foto: Rizki Baiquni Pratama/kumparan

Selain menyasar orang tua dan baduta, BCA bekerja sama dengan Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN), melakukan kegiatan yang bersifat preventif, menyasar kalangan remaja di SMAN 1 Wongsorejo.

SMAN 1 Wongsorejo merupakan salah satu dari 20 sekolah binaan Bakti BCA yang tersebar di penjuru Indonesia. Melalui edukasi ini para pelajar diharapkan dapat menyadari peran mereka dalam upaya mencegah stunting, sehingga mereka menjadi agen yang terlibat aktif dalam membantu percepatan penurunan stunting di daerah.

https://kumparan.com/kumparanbisnis/stunting-di-banyuwangi-mayoritas-disebabkan-pola-asuh-yang-kurang-tepat-20xVilPLWoK

What's your reaction?

Comments

https://www.hitabatak.com/assets/images/user-avatar-s.jpg

0 comment

Write the first comment for this!

Facebook Conversations