Zainal Arifin: Kualitas Permohonan dan Hakim MK Jadi Penentu Putusan MK
#News #NewsUpdate #ZainalArifin #MahkamahKonstitusi #HakimKonstitusi
Ketua Departemen Hukum Tata Negara UGM, Zainal Arifin Mochtar. Foto: Arfiansyah Panji Purnandaru/kumparan
Ketua Departemen Hukum Tata Negara UGM, Zainal Arifin Mochtar. Foto: Arfiansyah Panji Purnandaru/kumparan

Pakar Hukum Tata Negara, Zainal Arifin Mochtar mengungkapkan, sidang sengketa Pilpres 2024 di Mahkamah Konstitusi (MK) dapat dilihat dengan beberapa kecenderungan. Salah satunya yakni berdasarkan dari perkaranya.

"Saya enggak mau memprediksi ya, tapi saya mau baca dua kecenderungan MK. Pertama saya membaca MK itu berdasarkan perkaranya. Perkaranya itu apa perkaranya, bagaimana hukum acaranya, bagaimana isu yang akan dibawa dan bagaimana kualitas permohonannya," ujar Zainal yang akrab disapa Uceng ini kepada kumparan, Sabtu (20/4).

Menurut Zainal, isu yang dibawa dalam sidang sudah kuat, hanya saja isu dalam sidang sengketa Pilpres 2024 ini tersisa dua saja. Kualitas permohonan serta paradigma hakim konstitusinya.

"Dari sisi ini, saya lihat isunya sebenarnya kuat. Bahwa apakah ada pelanggaran, bagi saya iya, Jokowi sudah menggunakan kuasa dan lain-lain sebagainya," ucap Zainal.

Dalam sisi kualitas permohonan, Zainal melihat kualitasnya sudah ada hanya saja tidak semua permohonan dapat dibuktikan.

"Dalam artian kualitas permohonan ini hanya sekadar menuliskan atau dia mampu membuktikan. Saya lihat kemarin kualitas permohonannya sebenarnya ada, tapi tidak semua dia mampu buktikan. Tidak semua di persidangan nampak. Tidak nampak di persidangan terus, tidak ada," tuturnya.

Pada akhirnya pembuktian yang dihadirkan hanyalah pembuktian fisik dengan menggunakan berkas. Sebab hanya itu lah pembuktian yang mampu dibawa ke dalam persidangan.

"Jadi dihadirkan bentuk pembuktian fisik, pembuktian berkas, yang bisa dihadirkan di persidangan memang. Kenapa? Karena persidangan cuma 1 hari pembuktian kan. Padahal yang dibuktikan ribuan bahkan bisa jadi puluhan ribu," imbuh dia.

Bivitri Susanti, Zainal Arifin Mochtar, dan Feri Amsari. Foto: Dirty Vote untuk Pers
Bivitri Susanti, Zainal Arifin Mochtar, dan Feri Amsari. Foto: Dirty Vote untuk Pers

Setelah kualitas permohonan, Zainal juga melihat dari paradigma hakimnya. Paradigma hakim dilihat apakah menggunakan paradigma yang substantif atau formalistik.

"Kalau dia berparadigma formalistik, saya kira enggak mungkin diterima, pasti ditolak kalo formalistik. Itu yang saya bilang tadi, ndak semua bisa dibuktikan kan," jelas Zainal.

Kemudian yang lebih penting dalam sidang sengketa Pilpres 2024 ini adalah kualitas dari hakim konstitusinya sendiri. Zainal mengatakan, kualitas hakim ini dipandang apakah mendapatkan intervensi atau tidak. Namun hal ini juga menjadi berat bagi MK karena MK juga yang memutuskan Putusan 90.

"Soal kedua ini, ini yang berat buat MK karena Putusan 90 itu memperlihatkan kan? Putusan 90 itu kalau dibaca hanya persoalan Usman saya enggak setuju, karena ada berapa hakim yang mengalami perubahan-perubahan kan? Bukan cuma Usman. Jadi kalau orang bilang 'Putusan 90 kan sudah selesai, kan Usman enggak boleh menyidangkan' enggak menurut saya," kata Zainal.

"Jadi kalau digabung keduanya, digabung antara kualitas permohonannya, lalu kemudian paradigma hakimnya, lalu kemudian kualitas hakimnya di hadapan kepentingan politik, sebenarnya agak sulit perkara ini. Bukan berarti saya tidak mengatakan tidak ada kemungkinan miracle ya, gak tahu. Tapi dalam konteks ini agak sulit. Bahwa saya yakin memang ada problem saya yakin. Kayak film di Dirty Vote itu," pungkasnya.

https://kumparan.com/kumparannews/zainal-arifin-kualitas-permohonan-dan-hakim-mk-jadi-penentu-putusan-mk-22aOTTvjSD4

What's your reaction?

Comments

https://www.hitabatak.com/assets/images/user-avatar-s.jpg

0 comment

Write the first comment for this!

Facebook Conversations