Zonasi Bukan Solusi, Satuan Pemerintah Harus Kolaborasi
Oleh Durri Yatul Lumah
Ilustrasi sekolah. Foto: Shutter Stock
Ilustrasi sekolah. Foto: Shutter Stock

Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek) telah mencanangkan berbagai program dan kebijakan yang bertujuan untuk menciptakan lingkungan pendidikan yang berkualitas, transparansi, dan meluas dengan didukung pembangunan dan IPTEK yang berkemajuan.

Kebijakan-kebijakan ini dilakukan sebagai bentuk penanaman dan pengembangan kebudayaan dan karakter kebangsaan melalui akses pendidikan. Mulai dari peningkatan kurikulum, penyelenggaraan sekolah penggerak dan guru penggerak, digitalisasi sekolah, hingga program akbar Kemendikbudristek yaitu Kampus Merdeka.

Semua program itu dilangsungkan terhadap satuan instansi pendidikan. Mulai dari pendidikan dasar hingga lingkungan perguruan tinggi. Di antara kebijakan dan peraturan tersebut, Kemendikbudristek yang terus mengupayakan sistem pendidikan yang meluas dan transparan, Kemendikbusristek pun membentuk sistem Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB).

Sistem terbaru ini membantu siswa pada anak usia sekolah untuk mengenyam suatu bangku pendidikan dasar hingga menengah secara adil, aman, tertib, dan terorganisasi. Namun, cemarut pelaksanaan PPDB di berbagai daerah terus terjadi.

Rasa kecewa masyarakat terhadap proses PPSB yang dinilai tidak transparansi menjadi benang kusut, khususnya sistem PPDB zonasi. Misalnya saja, pada PPDB tahun ini, Wali Kota Bogor Bima Arya Sugiarto menemukan indikasi adanya kasus kartu keluarga pendaftar bermasalah.

Informasi yang terdapat di KK tersebut tidak valid. Kecurangan data di KK demi pendaftaran PPDB jalur zonasi tentu menjadi coretan kelam yang terus berulang.

PPDB Jadi Ruang Baru Pemerataan Pendidikan

Ilustrasi siswa di Jakarta, berangkat ke sekolah dengan berjalan kaki. Foto: Ruud Suhendar/Shutterstock
Ilustrasi siswa di Jakarta, berangkat ke sekolah dengan berjalan kaki. Foto: Ruud Suhendar/Shutterstock

Berdasarkan Pasal 1 Bab 1 Permendikbud No 44 Tahun 2019 tentang Penerimaan Peserta Didik Baru pada Taman Kanak-kanak, Sekolah Menengah Atas, dan Sekolah Menengah Kejuruan, PPDB merupakan sistem penerimaan peserta didik baru untuk memasuki bangku TK dan sekolah.

Adapun sistem PPDB ini terbagi menjadi beberapa jalur. Pertama, jalur zonasi. Adalah jalur yang diperuntukkan calon peserta didik yang berdomisili atau memiliki wilayah yang dekat dengan suatu satuan pendidikan.

Kuota yang disediakan untuk jalur ini berkisar 50 persen dari daya tampung sekolah, calon peserta didik berdomisili di dalam wilayah yang ditetapkan pemerintah dan diterbitkan paling singkat satu tahun sejak pendaftaran PPDB. Pada jalur zonasi, calon peserta didik dapat mengganti KK dengan surat keterangan domisili dari RT/RW Terkait.

Kedua, jalur afirmasi. Adalah jalur yang ditujukan bagi calon peserta didik yang berasal dari keluarga yang kurang mampu. Kuota yang disediakan untuk jalur ini berkisar 15 persen dari daya tampung sekolah calon peserta didik.

Dan, harus membuktikannya melalui partisipasi calon peserta didik dalam program penanganan keluarga tidak mampu dari pemerintah terkait. Calon peserta didik dapat mendaftarkan diri melalui jalur ini dengan domisili di dalam atau di luar wilayah zonasi sekolah terkait.

Ketiga, jalur perpindahan orang tua/wali, dan anak guru. Itu merupakan jalur yang disediakan bagi calon peserta didik yang walinya dipindah tugaskan, juga anak dari orang tua yang berprofesi sebagai guru.

Kuota yang disediakan untuk jalur ini berkisar 5 persen dari daya tampung sekolah. Calon peserta didik wajib melampirkan surat penugasan dari lembaga atau instansi terkait si wali atau orang tua.

Adapun anak guru yang mendapatkan kesempatan ini bisa digunakan di sekolah tempat orang tuanya mengajar. Prioritas utama dalam jalur ini adalah calon peserta didik yang jarak huniannya terdekat dengan sekolah.

Keempat, jalur prestasi. Adalah jalur di mana calon peserta didik dapat mengajukan nilai rapor sebagai bahan evaluasi dan seleksi sekolah. Calon peserta didik dapat menggunakan nilai lima semester akhir yang dilampirkan dengan surat keterangan peringkat rapor sekolah asal. Prestasi yang dapat diajukan dalam jalur ini meliputi prestasi akademik dan non akademik.

Keempat jalur tersebut merupakan proses yang dapat calon peserta didik lalui untuk masuk ke sekolah tujuan mereka. Kemendikbudristek terus menimbang, memperbaharui, dan mengevaluasi sistem PPDB ini setiap tahunnya, menyusul laporan dan aduan mengenai masalah yang terjadi pada sistem PPDB di setiap daerah.

Dari sinilah, ditemukan sistem zonasi sekolah menjadi pusat kekusutan yang terjadi dalam proses PPDB di setiap daerah. Mengapa hal ini dapat terjadi? Mari kita mengenal lebih dahulu apa itu sistem zonasi pada PPDB.

Semrawutnya Sistem Zonasi

Ilustrasi siswa berangkat ke sekolah dengan berjalan kaki. Foto: Toto Santiko Budi/Shutterstock
Ilustrasi siswa berangkat ke sekolah dengan berjalan kaki. Foto: Toto Santiko Budi/Shutterstock

Sistem zonasi pada PPDB telah dirancang sejak tahun 2017, pada kepemimpinan Muhadjir Effendy sebagai Mendikbudristek pada saat itu. Sistem zonasi dibangun karena pemerintah pusat berharap adanya perubahan pada sistem pendidikan secara menyeluruh dengan terciptanya pemerataan pendidikan.

Sehingga setiap anak dapat mendapatkan kualitas pendidikan yang sama di setiap daerah. Sistem ini sendiri dibuat dari keluhan orang tua calon peserta didik adanya fenomena “sekolah favorit” dalam sistem penerimaan siswa baru yang sebelumnya terjadi.

Kebijakan ini tentunya menuai berbagai respons dari masyarakat. Banyak pihak yang merasa sistem ini justru akan menjadi masalah baru dalam pemerataan akses sekolah bagi anak-anak mereka.

Meskipun menuai berbagai respons dari adanya kebijakan terbaru ini. Pemerintah tetap optimis dengan adanya kebijakan zonasi ini. Namun seiring waktu berjalan, sistem zonasi menjadi bumerang bagi pemerintah pusat akibat kurang meratanya koordinasi yang baik dengan pemerintah daerah.

Keluhan-keluhan terus terjadi dan menambah pekerjaan rumah pemerintah pusat maupun daerah dari adanya kebijakan zonasi ini. Tidak hanya itu, sistem zonasi juga menjadi ajang perebutan "sekolah impian" oknum orang tua yang menginginkan sekolah favorit.

Dengan berbagai cara yang dilakukan untuk mendapatkan sekolah tersebut tanpa menimbang sistem zonasi yang seharusnya diterapkan di berbagai daerah. Dari kasus yang baru-baru ini terjadi di berbagai daerah, khususnya di Bogor.

Pelanggaran yang terjadi dengan memalsukan identitas KK calon peserta didik hingga memasukkan peserta didik di luar wilayah zonasi menjadi salah satu bukti ‘pincang’nya sistem ini.

Pentingnya Sinergi Pemerintah Pusat dan Daerah Membenahi Sistem Zonasi

Dari berbagai kasus yang telah terjadi akibat adanya sistem zonasi ini tentu menjadi pekerjaan rumah yang besar bagi satuan pemangku kekuasaan, mulai dari pusat hingga daerah. Sekolah pun wajib turut andil dalam melaksanakan PPDB yang adil, jujur, dan transparan.

Dikutip Ditsmp Kemendikbudrsitek, telah dijelaskan bahwa Pemerintah Daerah menetapkan wilayah zonasi setiap jenjang pendidikan melalui kewenangannya harus menerapkan prinsip mendekatkan domisili peserta didik dengan sekolah. Pemerintah Daerah juga wajib melibatkan musyawarah dengan pihak sekolah terkait.

Ini menunjukkan bahwa pemerintah daerah telah diberikan kewenangan dan kewajibannya untuk memasukkan setiap calon peserta didik sesuai dengan wilayahnya masing-masing. Sekolah pun berhak mengkonfirmasi kembali setiap data calon peserta didik, apakah sesuai atau tidak dengan sistem zonasi yang diterapkan.

Kecurangan yang terjadi pada sistem zonasi ini pun menjadi tanggung jawab bersama dari pusat hingga sekolah. Pemerintah pusat telah membangun pondasi melalui sistem zonasi ini agar terciptanya pendidikan yang merata.

Maka pemerintah daerah harus lebih manageable dan valuable. Pemda pun harus menggagas aturan yang tegas atas munculnya oknum-oknum yang menyalahgunakan kekuasaan dan kewenangannya untuk melakukan kecurangan.

Pada akhirnya, pemerintah pusat memiliki hak penuh dalam menciptakan sistem pendidikan yang merata dan menyeluruh, namun Pemda juga memiliki kewajiban dan kewenangan untuk mengawasi dan mengorganisir kebijakan ini dengan baik, karena Pemda dan satuan instansi pendidikan yang berperan langsung dalam mengimplementasikan kebijakan ini di masyarakat.

https://kumparan.com/husnacute30/zonasi-bukan-solusi-satuan-pemerintah-harus-kolaborasi-21NID5lyhLH

What's your reaction?

Comments

https://www.hitabatak.com/assets/images/user-avatar-s.jpg

0 comment

Write the first comment for this!

Facebook Conversations