
Music Tourism Buka Pintu Baru untuk Kejayaan Pariwisata Indonesia
Musik sebagai Magnet Wisata dan Penggerak Ekonomi Kreatif di Indonesia
Konser kini bukan hanya hiburan semata, melainkan alasan baru yang menarik wisatawan, baik domestik maupun mancanegara. Melalui konsep music tourism, festival musik menjadi kekuatan utama dalam membangun citra dan branding kota, sekaligus menggairahkan ekonomi kreatif.
Pemerintah Indonesia telah mengusung pariwisata berbasis musik sejak masa kepemimpinan Arief Yahya di Kementerian Pariwisata. Melalui festival musik, kota-kota memperkenalkan budaya khas dan keindahan alam, meniru kesuksesan kota-kota seperti Nashville, Austin, Memphis, hingga New Orleans yang memanfaatkan musik untuk pertumbuhan ekonomi pariwisata.
Inspirasi Internasional: Liverpool dan Glastonbury
Liverpool, Inggris, bertransformasi dari kota industri menjadi ikon musik dunia dengan The Beatles sebagai magnet utama. Gelar World Capital City of Pop oleh Guinness World Records tahun 2001 memperkuat peran musik dalam branding kota tersebut.
Glastonbury Festival, sebagai festival musik outdoor terbesar dan tertua di dunia, tidak hanya populer karena musiknya, tetapi juga karena pelestarian alam dan nilai kearifan lokal di lokasi Worthy Farm.
Wisata Musik: Lebih dari Sekadar Hiburan
Menurut UNWTO 2018, wisata musik meliputi semua kegiatan wisatawan yang berkaitan dengan musik, dari menghadiri festival hingga menikmati pertunjukan musisi di restoran lokal. Pengalaman ini memperkaya dan memperdalam apresiasi wisatawan terhadap budaya dan kearifan lokal.
Menghidupkan Kembali Industri Musik Pasca Pandemi
Badan Ekonomi Kreatif (Barekraf) bersama Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif mendorong kebangkitan wisata musik melalui berbagai acara, seperti konser drive-in Bali Revival: New Era Festival, serta Pesta Kesenian Bali yang turut menggerakkan roda ekonomi kreatif setelah pandemi.
Dampak Ekonomi dan Penciptaan Lapangan Kerja
Sepanjang 2024, sekitar 3.000 konser musik di Indonesia menyumbang perputaran ekonomi sebesar USD 11 miliar (sekitar Rp 178 triliun), sekaligus menciptakan 250.000 lapangan kerja. Contohnya, Hammersonic Festival yang menjadi magnet wisatawan mancanegara pecinta musik metal di Asia Tenggara.
Tantangan dan Peluang dalam Pengembangan Wisata Musik
- Ketertinggalan Indonesia dibanding Singapura dan Bangkok dalam skala konser internasional menjadi catatan penting.
- Isu keamanan, perizinan yang rumit, manajemen kerumunan, dan penolakan sosial budaya kerap menjadi hambatan.
- Lokasi ideal seperti Stadion Utama Gelora Bung Karno menawarkan akses dan fasilitas terbaik untuk konser berskala besar, dibanding tempat lain yang minim akses dan infrastruktur.
- Kejadian kekacauan dalam konser besar seperti DAY6 menggarisbawahi perlunya manajemen acara dan keselamatan yang professional.
Masa Depan Musik dan Pariwisata Indonesia
Walaupun tantangan ada, momentum penghidupan kembali festival dan konser musik mulai terasa, membuka peluang baru untuk menggantikan acara MICE yang menurun. Dengan digitalisasi dan akses yang semakin terbuka, musik bisa menjadi pintu utama dalam membentuk daya tarik wisata yang unik dan mendalam.
"Indonesia memiliki kekayaan budaya dan keramahan yang bisa dikemas dalam pengalaman wisata musik yang menyeluruh," ungkap Emmanulle Ravelius Donald Junardy, CEO Ravel Entertainment. "Kini saatnya musik menjadi jembatan untuk memperkenalkan Indonesia ke dunia."
Comments
0 comment