Mengembangkan Budaya, Menduniakan Indonesia
Berdasarkan pengalaman Anies di DKI Jakarta, Pemerintah belum menaruh perhatian besar dalam mengurusi kebudayaan.
Anies Baswedan saat memberikan semangat dan motivasi kepada ratusan relawan dalam kegiatan AMIN Sambang Relawan di Hotel Bandung Permai, Jember, Minggu (29/10). Foto: Dok. Istimewa
Anies Baswedan saat memberikan semangat dan motivasi kepada ratusan relawan dalam kegiatan AMIN Sambang Relawan di Hotel Bandung Permai, Jember, Minggu (29/10). Foto: Dok. Istimewa

Budaya Indonesia dinilai punya potensi besar. Sayangnya, budaya Indonesia belum dikemas menjadi produk yang bisa dinikmati oleh masyarakat global. Lalu, mungkinkah budaya Indonesia bisa mendunia?

Menurut Anies Baswedan, dengan kekayaan budaya yang dimiliki, Indonesia bisa menjadi sebuah “merek” yang punya nilai jual untuk dapat bersaing di pasar global. Misalnya, ia mencontohkan buku kesusastraan Indonesia yang diterjemahkan ke bahasa asing dan dipamerkan di Frankfurt Book Fair.

Ketika diterjemahkan dan dipasarkan, kenyataannya buku kesusastraan Indonesia bisa diterima dan disukai pasar global. Dengan begitu, secara kualitas, produk kebudayaan Indonesia sesungguhnya bisa bersaing dengan negara-negara lain. Di samping kesusastraan, ada banyak contoh produk kebudayaan lain yang juga sudah dikenal berbagai masyarakat global, seperti produk kuliner dan karya seni yang sudah dikenal dunia.

Jangkauan dari ekspor produk budaya (cultural exports) kita juga membawa konsekuensi penting bagi pengaruh dan kredibilitas negara di kancah global. Istilah yang sekarang lazim dipakai adalah Soft Power, istilah yang diciptakan Prof. Joseph Nye dari Harvard University.

Sementara Hard Power berakar pada kekuatan seperti kapasitas militer dan daya saing perekonomian, Soft Power mencakup aspek “merek” / “branding” / persepsi terhadap sebuah negara – popularitas dan sentimen positif di berbagai penjuru dunia terhadap negara tersebut. Di samping ikut menentukan besarnya pengaruh geopolitik yang kita miliki di lembaga internasional, Soft Power juga membawa dampak yang signifikan pada daya saing perekonomian kita di pasar global. Sayangnya, menurut Global Soft Power Index 2023, Indonesia hanya menduduki posisi ke-45, sekalipun kita merupakan ekonomi terbesar ke-16 di dunia.

Potensi Besar

Jika berkaca pada produk-produk kebudayaan Indonesia saat ini, Anies menilai bahwa sesungguhnya produk-produk tersebut memiliki potensi besar. Bila Pemerintah punya perhatian besar dalam menggarap kebudayaan, bukan tidak mungkin bahwa produk-produk kebudayaan Indonesia dapat bersaing sehingga digunakan oleh masyarakat global.

Tetapi, sejauh ini, berdasarkan pengalaman Anies di DKI Jakarta, Pemerintah belum menaruh perhatian besar dalam mengurusi kebudayaan, walaupun kita tahu potensinya besar. Pertanyaannya, apakah mungkin Indonesia bisa mendorong produk budayanya menjadi populer seperti negara lain?

Selama ini, memang cukup banyak diskusi mengenai yang sekarang di-istilahkan sebagai ekonomi kreatif. Namun, ekonomi kreatif saat ini masih belum sepenuhnya menggarap kekayaan budaya kita. Belakangan ini, jelas terlihat fokus kebijakan ekonomi kreatif berorientasi ke sub-sektor seperti industri perfilman, busana (fashion), animasi video game dan grafik komputer (computer graphics/special effects).

Berdasarkan hemat kami, sektor permusikan juga masih punya potensi pertumbuhan yang besar bila ditunjang oleh kebijakan dan insentif pemerintah. Yang agak tertinggal adalah produk budaya yang lebih tradisional, seperti lukisan, patung, keramik, kain, hiasan dan barang estetik lainnya.

Bacapres Anies Baswedan hadiri acara Senam dan Jalan Bareng AMIN di Depok, Sabtu (28/10/2023). Foto: Dok. Pribadi Anies Baswedan
Bacapres Anies Baswedan hadiri acara Senam dan Jalan Bareng AMIN di Depok, Sabtu (28/10/2023). Foto: Dok. Pribadi Anies Baswedan

Menurut pengamatannya, Anies yakin Indonesia mampu bersaing di produk budaya dan produk kesenian. Dari hasil temuannya, misalnya, kekayaan industri kuliner Indonesia bisa bersaing di kancah global. Ia mencontohkan es krim Zangrande dan Ragusa yang dikenal sebagai 100 Most Iconic Ice Creams versi Taste Atlas. Begitupun nasi goreng, rendang, rawon, gulai cincang, dan makanan lainnya yang telah dikenal sebagai jajaran kuliner papan atas di Asia dan dunia. Begitupun dalam hal karya seni, banyak para perupa Indonesia yang tersohor.

Dengan demikian, Anies yakin bahwa sesungguhnya kualitas produk kebudayaan Indonesia bisa bersaing di kancah global. Lalu, bagaimana caranya agar produk kebudayaan asal Indonesia bisa bersaing di level global dan digunakan oleh mereka? Menurut Anies, berkaca dari pengalaman kemajuan produk budaya Korea Selatan, harus ada upaya intervensi Pemerintah untuk membesarkan potensi Indonesia. Potensinya dinilai besar, tapi intervensi negara di bidang kebudayaan dianggap belumlah begitu besar.

Melestarikan dan Mengembangkan Ekosistem

Hal penting dalam upaya intervensi negara terhadap kebudayaan adalah melestarikan dan mengembangkan ekosistemnya agar ide-ide dan kreativitas dapat bertumbuh. Untuk itu, dalam penguatan budaya, Anies melihat perlunya pelestarian dan pengembangan. Pelestarian identik sebagai upaya merawat yang lalu, sedangkan pengembangan adalah memberi nilai inovasi untuk bisa tetap relevan.

Mengapa harus ada pelestarian dan pengembangan? Pelestarian dirancang untuk menjaga warisan masa lalu, sedangkan pengembangan didorong untuk membuat sesuatu yang baru. Dengan demikian, Anies berharap bahwa budaya Indonesia itu tidak dianggap sekadar menjaga warisan masa lalu saja, melainkan juga harus punya nilai inovasi. Bagaimana cara agar negara bisa melestarikan dan mengembangkan budaya? Belajar dari pengalamannya sebagai Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (2014-2016), negara harus hadir turut membangun bersama pelaku seni budaya membangun ekosistem kebudayaan.

Dalam kesempatan berdiskusi dengan pelaku budaya di Taman Ismail Marzuki, Cikini, Jakarta (24/8/2023), Anies mengatakan bahwa salah satu tugas utama negara adalah bertanggung jawab untuk membangun ekosistem kebudayaan agar kreativitas dan ide-ide tumbuh. Peran negara ialah memberikan insentif dan pengeluaran di bidang kebudayaan sebagai investasi (bukan biaya) agar kebudayaan Indonesia bisa maju.

Menurut Anies, belajar dari kasus Korea Selatan pada tahun 1990-an, mereka memiliki perhatian besar terhadap bidang kebudayaan. Ada tiga pelajaran penting yang bisa dipetik dari kesuksesan Korea Selatan. Pertama, kebijakan yang menumbuhkan kebudayaan. Kedua, intervensi finansial di bidang kebudayaan. Ketiga, pembangunan infrastruktur bidang kebudayaan.

Kebijakan tersebut diharapkan dapat menstimulus orang-orang kreatif untuk bebas berkarya. Melalui keterlibatan dalam hal finansial, diharapkan ada bantuan langsung untuk menyuntik dunia kreatif agar tembus ke ranah industri global. Dan, melalui pembangunan infrastruktur, orang-orang kreatif bisa mendapatkan dukungan fasilitas untuk berkarya.

Dengan kebijakan yang tepat, kini Korea Selatan menjadi negara Asia baru yang punya pengaruh besar di industri budaya dan hiburan, dan dikagumi oleh sebagian besar masyarakat dunia. Betapa cepatnya negara ini bisa menggeser preferensi produk budaya dari negara lain. Dahulu, pada periode 1950-1990-an, produk Hollywood atau negara Barat lain mendominasi di kancah seni dunia.

Film-film, musik, hingga produk makanan-minuman didominasi oleh produk-produk dari negara barat. Mereka yang mengonsumsinya terlihat seperti cool (keren). Kebangkitan budaya pop Jepang pun menjadi penantang baru di tahun 1990-an. Produk film animasi, buku komik, video game, musik, hingga makanan Jepang pun laris-manis di Indonesia dan belahan bumi lainnya. Budaya Jepang pun banyak digemari. Kini, dalam satu dekade terakhir, Korea Selatan menjadi the new challenger bagi negara-negara Barat ataupun Jepang. Kesuksesan boyband, film, drama, hingga produk makanan-minumannya pun disukai banyak orang.

Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan bertemu Duta Besar Korea Selatan untuk Indonesia, Park Tae-sung di Balaikota, Jakarta, Jumat (4/3/2022). Foto: PPID DKI Jakarta
Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan bertemu Duta Besar Korea Selatan untuk Indonesia, Park Tae-sung di Balaikota, Jakarta, Jumat (4/3/2022). Foto: PPID DKI Jakarta
Bakal calon presiden Anies Baswedan (kedua kanan) berbincang dengan Duta Besar Amerika Serikat untuk Indonesia Sung Y. Kim (kedua kiri) usai menyampaikan materi saat menghadiri US-Indonesia Investment Summit di Jakarta, Selasa (24/10/2023). Foto: M Risyal Hidayat/ANTARA FOTO
Bakal calon presiden Anies Baswedan (kedua kanan) berbincang dengan Duta Besar Amerika Serikat untuk Indonesia Sung Y. Kim (kedua kiri) usai menyampaikan materi saat menghadiri US-Indonesia Investment Summit di Jakarta, Selasa (24/10/2023). Foto: M Risyal Hidayat/ANTARA FOTO

Oleh sebab itu, Anies yakin bahwa bila intervensi negara cukup besar, hal tersebut dapat mendorong kebudayaan di tanah air untuk dapat berkembang pesat. Di DKI Jakarta sendiri, Anies memiliki pengalaman bagaimana kota perlu menumbuhkan kebudayaan. Di mata Anies, kota tidaklah harus identik dengan aktivitas ekonomi semata. Dari sisi penghuni, kota merupakan cerminan berkumpulnya keragaman penduduknya, yang secara latar belakang punya identitas kebudayaan masing-masing.

Keragaman ini menjadi modal kuat yang dapat memicu kemajuan kebudayaan di wilayah itu. Di kota, lazim muncul kegiatan seni dan terobosan-terobosan di bidang kebudayaan yang dapat membuat sektor industri ini menjadi menarik. Oleh karena itu, Pemerintah tidak cukup mendorong kegiatan ekonomi saja, melainkan harus punya perhatian besar terhadap kebudayaan.

Di sisi lain, agar negara bisa sukses mengelola kebudayaan, Anies menilai pentingnya figur pemimpin yang mengurusi aspek ini mengerti bidangnya, dapat bergaul dengan para pelaku, dan punya kemampuan kepemimpinan yang baik. Orang-orang yang bertugas di dalamnya haruslah paham tentang kegiatan kebudayaan.

Pada saat menjadi Menteri Pendidikan dan Kebudayaan RI (2014-2016), Anies mengangkat figur Hilmar Farid sebagai Direktur Jenderal Kebudayaan. Ia salah satu dirjen yang berlatar belakang non-aparatur sipil negara, tetapi dengan izin dari Presiden Jokowi, Hilmar bisa menduduki jabatan ini. Hasilnya, Hilmar dapat melakukan banyak terobosan untuk mendukung ekosistem kebudayaan.

Ditulis oleh Thomas Lembong

Juru Bicara dan Tim Ahli Ekonomi Anies Baswedan, Kepala BKPM (2016-2019), dan Menteri Perdagangan (2015-2016)

https://kumparan.com/kumparannews/mengembangkan-budaya-menduniakan-indonesia-21TR91JKfg1

What's your reaction?

Comments

https://www.hitabatak.com/assets/images/user-avatar-s.jpg

0 comment

Write the first comment for this!

Facebook Conversations