views
Menko Marves Luhut Binsar Pandjaitan mengatakan, pemerintah berencana menawarkan kewarganegaraan ganda bagi diaspora Indonesia yang bekerja pada sektor teknologi digital untuk bekerja di Tanah Air guna meningkatkan talenta digital. Ia berharap kewarganegaraan ganda itu bisa membantu perekonomian dan membawa kembali masyarakat yang bertalenta ke Indonesia.
“Kita juga mengundang diaspora yang ada di Indonesia, kemudian kita berikan juga kewarganegaraan ganda tersebut segera,” ujar Luhut.
Jika berdasarkan UU 12/2012 tentang Kewarganegaraan RI, Indonesia tak menerima kewarganegaraan ganda. Aturan itu dijelaskan dalam Pasal 21 Ayat 3 yang berbunyi:
Aturan soal kewarganegaraan yang dipegang diaspora atau anak dari WNI yang menetap di luar negeri atau keturunan campuran juga dijelaskan dalam Pasal 6 Ayat 1, 2, dan 3. Yang pada intinya, kewarganegaraan ganda hanya bisa dimiliki hingga usia 18 tahun atau sebelum anak tersebut menikah. Setelah itu mereka wajib memilih kewarganegaraannya.
Artinya, jika Luhut ingin diaspora diberi kewarganegaraan ganda, maka UU Kewarganegaraan RI perlu direvisi.
Menimbang Untung-Rugi Dwi Kewarganegaraan
Sebuah riset yang dilakukan Ladan Rahbari di University of Amsterdam tahun 2022 menggali dampak isu kewarganegaraan ganda bagi warganya yang tinggal di luar negeri. Studi ini mengambil contoh kasus Nazanin Zaghari-Ratcliffe, seorang warga negara ganda Iran-Inggris yang ditahan di penjara Iran selama lima tahun.
Temuannya mengungkap bahwa warga Iran dengan kewarganegaraan ganda, juga menghadapi pemeriksaan perbatasan dan visa yang intensif, tuduhan kriminalitas, interogasi, pemenjaraan, dan pengecualian dari partisipasi penuh oleh pemerintah negara kelahiran mereka.
Berdasarkan hukum internasional, hal ini berarti Iran berhak memperlakukannya sebagai orang Iran, dan Inggris berhak memperlakukannya sebagai orang Inggris. Ini juga berarti bahwa, ketika Zaghari-Ratcliffe berada di Iran, Inggris tidak dapat menuntut agar Iran mengakui kewarganegaraan Inggrisnya.
Dalam kasus ini, Nazanin Zaghari-Ratcliffe ditangkap dan ditahan oleh pemerintah Iran dengan tuduhan melakukan aktivitas mata-mata dan propaganda terhadap pemerintah Iran pada 2016. Saat itu ia tinggal di London bersama suaminya, Richard Ratcliffe, dan putri mereka yang masih kecil.
Ladan juga mengaitkan risetnya dengan kejadian Januari 2017 silam. Presiden AS pada saat itu, Donald Trump, mengeluarkan serangkaian perintah presiden yang dikenal sebagai 'Larangan Muslim' atau 'Larangan Perjalanan Muslim'. Perintah ini bertujuan untuk membatasi perjalanan dari negara-negara mayoritas Muslim, termasuk Iran, Libya, Somalia, Sudan, Suriah, dan Yaman.
Larangan itu menghapus status kewarganegaraan ganda dari enam negara tersebut.
Hal ini, menurut Ladan, menunjukkan bahwa status kewarganegaraan ganda tidak selalu memberikan akses yang sama terhadap hak-hak kompensasi. Bahkan dapat mengarah pada ketidakamanan, terutama dalam konteks peraturan perjalanan dan kebijakan imigrasi yang berubah-ubah.
Menurut Ladan, meski dapat membuka pintu bagi perjalanan, pekerjaan, atau studi di luar, namun kewarganegaraan ganda juga dapat membawa tantangan, terutama saat terjadi perubahan kebijakan perjalanan atau peraturan imigrasi dari negara asal atau tujuan.
Pemegang Dwi Kewarganegaraan Tak Bisa Kerja di Pemerintahan
Guru Besar Hukum Internasional Universitas Indonesia, Hikmahanto Juwana berpendapat, seseorang dengan kewarganegaraan ganda tidak boleh mengisi jabatan di pemerintahan. Sebab hal itu dikhawatirkan bisa memicu konflik kepentingan.
Konflik kepentingan yang dimaksud Hikmahanto di antaranya adalah upaya pengemplang pajak yang berpotensi terjadi jika Indonesia memberikan kebijakan kewarganegaraan ganda.
“Pengaruhnya bisa macam-macam. Maraknya orang kaya Indonesia tidak bayar pajak di Indonesia. Belum lagi kalau digunakan untuk hal-hal yang negatif seperti menghindari dari kejaran aparat penegak hukum di Indonesia,” kata Hikmahanto.
Sehingga Hikmahanto meminta pemerintah untuk mempertimbangkan usulan ini terlebih dahulu, terlepas dari kepentingan ekonomi dan industri digital.
Bisa Jadi Modal Indonesia
Mantan Wakil Menteri Luar Negeri, Dino Patti Djalal, memberikan tanggapannya terkait pernyataan Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi, Luhut Binsar Pandjaitan itu. Ia mengaku pernah mendorong hal serupa juga ke pemerintah.
"Ini sudah lama memang saya dorong kepada pemerintah, bagus kalau Pak Luhut dukung juga," tutur Founder FPCI itu kepada kumparan, Rabu (1/5).
Sejak 2013, Dino telah menyatakan dukungannya terhadap isu ini. Menurut Dino, dwi kewarganegaraan atau kewarganegaraan ganda yang diterapkan bagi diaspora Indonesia di luar negeri akan menambah nilai bagi kemajuan Indonesia.
"Saya mendukung dwi kewarganegaraan secara selektif, berdasarkan analisa untung dan rugi, baik dari sisi inovasi, teknologi, maupun modal bagi kepentingan Indonesia," ungkap Dino pada November 2013.
Tanggapan Sejumlah Partai
Golkar Dukung Tapi Perlu Pembahasan Lagi
Anggota Komisi I DPR RI Dave Laksono mengaku sepakat dengan usulan Luhut ini. Meski begitu, Dave mengatakan perlu ada pembahasan komperhensif terkait rencana ini.
"Tentu perlu pendalaman akan hal ini, memastikan nilai-nilai positifnya sejauh mana. Dalam setiap kebijakan pasti ada baik dan kurang baiknya. Agar pemerintah dan DPR dapat benar-benar mendalami hal ini," kata Dave kepada wartawan.
Dave menuturkan, jika diaspora diberikan kewarganegaraan ganda, otomatis mereka akan mendapat jaminan hukum. Oleh sebab itu ia mendukung wacana ini.
NasDem Terbuka Asal Tak Tabrak UU
Wakil Ketua Komisi III DPR RI dari Fraksi NasDem, Ahmad Sahroni, merespons pernyataan Luhut tersebut. Ia mengaku paham dengan niat Luhut yang ingin memberikan kewarganegaraan ganda bagi diaspora.
"Namun sekali lagi, ini sudah diatur ketat di UU, dan dari dulu sudah menjadi salah satu prinsip negara kita. Perlu diskusi, kajian dan proses mendalam untuk mengubah ini," kata Sahroni kepada kumparan, Rabu (1/5).
"Komisi III selalu terbuka, asal sesuai koridor dan tidak tabrak sana-sini."
PDIP Pertanyakan Urgensinya
Anggota Komisi I DPR dari Fraksi PDIP, TB Hasanuddin, mendesak pemerintah memberikan penjelasan masuk akal terkait rencana itu. Sebab, pemberian kewarganegaraan ganda untuk saat ini akan melanggar UU No.12 tahun 2006 tentang Kewarganegaraan Republik Indonesia.
"Pemerintah harus memberikan penjelasan yang logis mengapa perlu diberikan status kewarganegaraan ganda, apalagi khusus bagi diaspora di sektor tertentu (teknologi digital, seperti yang diungkap oleh Menteri Luhut)," kata Hasanuddin saat dihubungi, Rabu (1/5).
Menurutnya, alasan ekonomi tidak bisa menjadi faktor utama untuk memberikan kewarganegaraan ganda kepada diaspora.
"Apa alasannya? Apa manfaatnya? Apakah hanya karena kebutuhan ekonomi semata? Atau atas dasar kemanusiaan ini lebih penting?" ucap dia.
Ia berpandangan pemberian kewarganegaraan ganda juga bukan persoalan mudah. Sebab, terdapat konsekuensi hukum yang juga perlu diantisipasi.
https://kumparan.com/kumparannews/polemik-kewarganegaraan-ganda-luhut-pertimbangkan-tapi-uu-melarang-22ex1TKkSsn
Comments
0 comment